Lihat ke Halaman Asli

Arji Junar

Mahasiswa

Mungkinkah Agama Menjadi Dasar Sistem Ekonomi dalam ilmu pengetahuan.?

Diperbarui: 20 September 2022   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesejahteraan rakyat sesungguhnya bukanlah khayalan,melainkan sebuah kenyataan.Bahkan  kesejahteraan di bidang ekonomipun harus di terapkan.Islam memiliki konsep yang jelas dalam menjamin terpenuhnya kebutuhan rakyat.Apa yang merupakan kebutuhan publik berupa kesehatan, keamanan,dan pendidikan.itu sudah  menjadi tanggung jawab penuh pemerintah untuk mewujudkannya.

 Oleh karena ituh,Harapan Hanya pada Islam.

       Sebagai ideologi, Islam menetapkan bahwa kesejahteraan setiap individu rakyat, secara orang per orang, wajib dipenuhi oleh negara atau para penguasanya, karena negara atau kepemimpinan berperan sebagai pengurus dan penjaga. Kelalaian dalam memenuhinya dipandang sebagai sebuah kezaliman yang tak akan bebas dari pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.

      Penerapan politik ekonomi Islam telah memberikan contoh nyata kesejahteraan sepanjang sejarah. Negara menerapkan politik ekonomi Islam melalui mekanisme dan kebijakan APBN untuk menjamin kesejahteraan umat manusia, baik untuk pemenuhan kebutuhan pokok individu maupun kebutuhan pokok masyarakat.

      Dalam kitab Al-Amwl karangan Abu Ubaid, diceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab pernah berkata kepada pegawainya yang bertugas membagikan sedekah, "Jika kamu memberi, cukupkanlah." Lalu, beliau berkata lagi, "Berilah mereka itu sedekah berulang kali sekalipun salah seorang di antara mereka memiliki seratus unta." Beliau juga menikahkan kaum muslim yang tidak mampu, membayar utang-utang mereka, dan membiayai para petani agar mereka menanami tanahnya.

      Kebijakan seperti ini terus berlangsung hingga masa Daulah Umayyah di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kala itu, rakyat sampai pada taraf hidup yang berkecukupan hingga tidak ditemukan seorang pun yang berhak menerima zakat. 

      Pada tahun kedua masakepemimpinannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima kelebihan uang Baitulmal secara berlimpah dari Gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada sang Gubernur, "Telitilah. Siapa saja yang berutang, tidak berlebih-lebihan, dan [tidak] berfoya-foya, bayarilah utangnya."

      Dalam kesempatan lain, Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari di kerumunan khalayak ramai untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. 

     Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini tidak hanya diberikan bagi kaum muslim, tetapi juga nonmuslim yang menjadi warga negara. Semua warga negara Khilafah memiliki hak yang sama, baik muslim atau bukan muslim.

       Sebagai contoh, dalam akad zimi, Khalid bin Walid menulis untuk penduduk Hirah di Irak yang beragama Nasrani yang isinya, "Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit; atau tadinya kaya, kemudian jatuh miskin sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskan mereka dari kewajiban membayar jizyah. Untuk selanjutnya, ia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya menjadi tanggungan Baitulmal kaum muslim." 

       Demikianlah kesejahteraan yang diberikan Khilafah. Ini bukan sekadar romantika sejarah. Konsep Islam yang terperinci dalam kepemilikan harta, pengelolaan, serta distribusinya menjadikannya sebagai negara yang sukses menjamin pemenuhan kebutuhan pokok. Khilafah telah berhasil mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang tidak akan kita jumpai dalam sistem kapitalisme. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline