Lihat ke Halaman Asli

ariza fahlaivi

Content Writer

Review Buku "Lagom": Menilik Resep Bahagia Orang Swedia yang Layak Dicoba

Diperbarui: 11 September 2020   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Pada tahun 2020, seperti dilansir dalam laporan World Happines Report, Swedia menduduki peringkat 10 besar dalam hal kebahagiaan penduduknya. Lantas, apa yang membuat Swedia masuk ke dalam jajaran elit negara berpenduduk terbahagia di dunia?

Hal ini tidak lain lain karena filosofi hidup orang Swedia, yakni Lagom. Dalam keseharian bangsa Nordic ini, Lagom bukanlah sekadar kata. Lagom merupakan substansi dari gaya hidup masyarakat Swedia.

Secara sederhana, Lagom berarti pas. Tidak terlalu banyak, tapi juga tidak terlalu sedikit. Tampak sederhana memang. Ajaibnya, filosofi tersebut sangat membekas. Daya magis Lagom terletak pada keberhasilannya dalam menguasai sudut pandang dan cara hidup orang Swedia, baik dalam tataran individual maupun kelompok.

Kontribusi nyata Lagom adalah keberpihakannya dalam menghadirkan keserasian individual. Lagom menuntun para penganutnya untuk mampu menemukan kepuasan dalam diri di mana pun mereka berada dan dalam situasi apa pun.

Setidaknya hal-hal itulah yang saya tangkap setelah menuntaskan pembacaan atas buku Lagom oleh Penerbit Renebook. Lola A. Akerstrom adalah penulis, pembicara, dan fotografer peraih penghargaan National Geographic Creative.

Dalam buku ini, Lola A. Akerstrom membedah secara terperinci tentang rahasia hidup bahagia Orang Swedia. Ia membagi pembahasan dalam bukunya ini menjadi sepuluh bab, seperti Kultur + Emosi, Makanan + Perayaan, Kesehatan + Kesejahteraan, dan sebagainya.

Buku ini terbilang unik sebab ditulis oleh orang yang dibesarkan di Nigeria. Buku ini lahir dari perpaduan antara dedikasi penulisnya sebagai orang luar dan keintimannya dalam berhubungan dengan orang Swedia.

Asal Mula Filosofi Lagom

Sebagai sebuah gaya hidup, Lagom memiliki sejarah panjang. Meski bangsa Swedia tak tahu kapan pastinya Lagom menjadi kesadaran bersama, ia mulai tumbuh antara abad ke-8 dan ke-11 M, sejak era kaum Viking.

Tradisi kaum Viking yang suka meminum Mead, minuman beralkohol dari madu yang diawetkan, setelah lelah menjarah diyakini sebagai awal mula pola pikir Lagom. Segelas Mead yang diminum secara bergantian membuat kaum Viking harus meminum bagiannya dengan tidak berlebihan.

Semenjak itu Lagom mulai bergeser pemaknaannya. Pada akhirnya, Lagom merupakan lambang dari moderasi antar dua hal yang bertentangan, tetapi saling berkesinambungan. Lagom adalah pertemuan antara sesuatu yang tidak berlebihan dan tidak terlalu kekurangan.

Kristen Lutheran yang memiliki sejarah panjang di Swedia juga menambah kaya makna Lagom. Sumbangsih nilai-nilai Kristen Lutheran bagi makna Lagom mewujud pada kesederhanaan, keselarasan, dan keadilan sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline