A.Pendahuluan
Orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak lebih khususnya bagi remaja. Pendidikan dari orang tua juga merupakan dasar perkembangan dan kehidupan remaja di kemudian hari. Remaja yang dimaksudkan disini adalah remaja usia 12-19 tahun. Usia remaja merupakan masa-masa penting dalam perkembangan seorang anak dimana pada usia tersebut anak akan mulai mencari jati dirinya. Selain itu, di usia remaja merupakan masa peralihan dari fase anak-anak ke fase dewasa sehingga di usia remaja ini sering terjadi masalah emosional dan lain-lain. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting untuk membimbing mereka.
Pola asuh orang tua merupakan salah satu metode untuk mendisiplinkan anak yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak. Metode itu meliputi dua konsep, yaitu konsep yang positif dan konsep yang negatif. Dari konsep yang positif dijelaskan bahwa pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin diri dan pengendalian diri. Sedangkan konsep negatif dijelaskan bahwa pengendalian dengan kekuatan dari luar diri, dimana hal ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan menyakitkan bagi anak. (Agoes Dariyoh, 2004)
Dalam islam orang tua memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis anaknya bahkan orang tua juga bertanggung jawab untuk membebaskan anaknya dari siksaan api neraka. Orang tua juga merupakan orang yang paling berpengaruh terhadap pendidikan anak. Oleh karena itu memilihkan lembaga pendidikan yang tepat bagi remaja merupakan suatu hal yang penting bagi orang tua. Lembaga pendidikan tidak hanya berpengaruh terhadap perkembangan kognitif atau intelektual semata, melainkan juga berpengaruh pada perkembangan anak dimana ia akan bersosialisasi dengan sesama teman, guru dan lingkungan di dalam lembaga pendidikan tersebut. Sehubungan dengan hal itu, maka orang tua hendaklah pandai dalam mengarahkan anaknya untuk masuk ke dalam sebuah lembaga pendidikan.
Tetapi terkadang anatara anak dan orang tua sering kali berbeda pendapat dan selera pemilihan lembaga pendidikannya. Terkadang juga orang tua memaksakan kehendaknya. Pada hakikatnya seperti yang kita ketahui bahwa setiap orang tua ingin selalu memberikan anaknya yang terbaik, akan tetapi terkadang orang tua tidak memahami apakah yang terbaik menurutnya akan terbaik pula bagi anaknya yang akhirnya sikap otoriter dijadikan senjata oleh orang tua untuk menanamkan kedisiplinan terhadap anak. Padahal terkadang sikap otoriter ini mengajarkan sikap pasif kepada anak dan tidak mandiri pada anak sehingga hal tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi psikologis anak.
Mengenai kesalahan pola asuh anak saat ini sering terjadi kekerasan fisik dan mental, terlalu mengekang, terlalu membebaskan dan lain sebagainya. Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi psikologis anaknya. Jika mengasuh dengan memberikan pendidikan yang benar maka akan mempengaruhi kepribadian anak menjadi anak yang shaleh, penurut dan pandai. Begitu pula dengan sebaliknya, jika anak dididik dengan keras dan otoriter maka anak akan merasa terkekang oleh orang tua, dimana orang tua tidak mau mendengarkan pendapat anak dan tidak membiarkan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri, pemalu, malas dan stres.
B.Pembahasan
Orang tua merupakan pembina pertama bagi perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Dalam hal ini orang tua mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan anak, jika anak memeluk agama Yahudi, Nasrani dan Majusi adalah atas pengaruh orang tua. Meskipun pada dasarnya anak dianugerahi fitrah, kesucian yang mengarahkan kecenderungan hati kepada kebenaran mutlak sesuai dengan ajaran wahyu yang dibawa oleh Nabi dan Rasul. (Maemunah Hasan, 2002)
Pengertian Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anak dengan aturan ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti orang tua, kebebasan untuk bertindak atas kemauan sendiri dibatasi, anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua. Orang tua malah menganggap bahwa semua sikap dilakukan itu sudah benar sehingga tidak perlu meminta pertimbangan dari anak atas semua keputusan yang menyangkut permasalah anak. (Elizabeth B. Hurloch, 1978)
Hubungannya dengan Teori Erik H. Erikson