Lihat ke Halaman Asli

Black Book #3

Diperbarui: 19 Oktober 2015   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Lepaskan pelukanmu, kamu bukan cucuku!” Hardik Oma Roselah.“Oma, kenapa Oma berbicara seperti itu?” Putri terisak mendengar ucapan Oma Roselah yang masih tetap membencinya seperti dulu.

Opa Tjipta yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka berdua dari kejauhan mulai berjalan menghampiri. “Oma, Putri tidak bersalah. Oma tidak boleh bicara seperti itu kepada Putri. Sebab Putri tidak pernah tahu kejadian lima belas tahun yang lalu. Sahut Opa Tjipta sambil memeluk Putri. “Oma malu dan sakit hati bila teringat kejadian limabelas tahun yang lalu Opa.”

“Putri, apa kamu benar-benar belum tahu apa yang sebenarnya terjadi?” Tanya Oma Roselah. “Belum Oma, sebenarnya ada apa? Selama ini Putri selalu mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang orang disekeliling Putri. Putri tidak tahu bagaimana harus bersikap. Marah, diam, atau sabar” ucap Putri sembari mengusap air matanya yang mulai menderas.

"Oma tidak tau harus mulai cerita dari mana Put, mungkin Opamu bisa menceritakannya kepadamu" ucap Oma roselah dengan mimik wajah penuh kesedihan tanpa terasa bulir airmata menetes perlahan dipipinya yang sudah keriput dimakan usia. "Baiklah biar Opa yang akan menceritakan kejadian lima belas tahun yang lalu kepadamu Put". sambung Opa Tjipta lembut .

Saat itu senja baru saja digantikan oleh sang malam. Seperti biasa yang dilakukan oleh para arkelogi ketika menemukan sebuah artefak, pasti mereka lantas tenggelam pada penemuannya untuk memecahkan misteri yang tersimpan diartefak tersebut. Begitu juga apa yang dilakukan oleh Bambang, Adyesa dan Robby. Mereka bertiga sudah terkenal sebagai arkeologi sekaligus jurnalis.

Sayang hari ini Bambang dan Adyesa tidak berhasil menemukan apa-apa dari sebuah situs purbakala yang mereka gali seharian ini. Entah dengan Robby, meski Robby seorang arkeologi tapi jiwa seninya sangat tinggi hingga sering timbul perdebatan diantara Robby dan Adyesa. Maklum saja karena Adyesa tidak begitu menyukai seni tapi dia paling pintar menterjemahkan arti huruf-huruf kono dari sebuah artefak.

Adyesa baru saja hendak beranjak dari kursinya tiba-tiba dilihatnya seorang pemuda membuka pintu. "Malam gini loe baru pulang". Tanya Adyesa . "Sialan, dasar perempuan sinting dikira aku seorang penjahat kelamin apa? gerutu Robby sambil melepas jaketnya yang penuh lumpur tanpa menghiraukan pertannyaan sahabatnya Adyesa".

Yang sinting perempuan itu atau kamu, bukannya kamu yang sering sinting dan usil bila melihat anak gadis yang kinyis kinyis? Tanya Adyesa. "Jadi kamu tidak percaya? Tapi bener kok aku dikatain penjahat kelamin karena aku menemukan kotak ini didekat kamar mandi gadis itu". Jawab Robby terkekeh

Terus? Tanya Adyesa. Terus aku mau mandi lantas ngopi dulu, kalau lancar nanti aku teruskan ceritanya. Kalau tidak ya cuma jadi silent reader aja sementara hhhhhh olala

Negeri Asap ,191015

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline