Ada yang menarik saat saya menghadiri pesta pernikahan yang diadakan di rumah pesta di perkampungan Tionghoa Benteng (Ciben), yaitu perkampungan masyarakat Tionghoa di daerah Kampung Melayu, Teluk Naga, Tangerang, yang letaknya tidak jauh dari Bandar Udara Soekarno Hatta.
Pesta pernikahan di perkampungan Ciben ini bisa berlangsung dua hari satu malam dan tamu yang datang disambut bukan dengan cara bersalaman tetapi dengan cara soja/pai yaitu memberi hormat dengan cara merapatkan atau mengepalkan kedua tangan dan mengangkatnya setinggi dada, dan tamu akan membalas dengan cara yang sama.
Makanan yang tersaji akan terbagi dalam dua meja, satu khusus bertuliskan Tionghoa dan satu bertuliskan Indonesia, hal ini untuk memudahkan tamu memilih menu mana yang akan diambil sekaligus memisahkan menu halal dan non halal.
Yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di pertengahan bulan lalu, saat saya menghadiri pesta pernikahan di daerah ini, musik hiburan yang dulu hanya bertuliskan Gambang Kromong, sekarang berganti menjadi Gambang Kromong Modern, yang merupakan gabungan dari alat musik modern dengan alat musik tradisional tionghoa yang terdiri dari Gambang, Teh Yan dan Kong An Yang (semacam rebab), Kemong, Kromong, Shu Kong dan Gendang.
Meskipun digabungkan dengan alat musik modern, irama musik yang terdengar tetap didominasi oleh alat musik tradisional, sehingga suasana yang dihadirkan tidak berbeda dan tetap asik untuk mengajak tamu bangkit dari tempat duduknya ngibing cokek atau berjoget secara berhadapan mengikuti irama musik (lihat video terlampir)
Mereka bukan hanya sekedar memainkan musik dan mengiringi para tamu berjoget tetapi juga menghibur tuan rumah dengan guyonan-guyonan yang membuat para tamu ikut tertawa dan suasana seperti ini tidak kita temukan di gedung pesta pada umumnya.
Penggabungan alat musik tradisional dan alat musik modern menjadi Gambang Kromong Modern ini merupakan sebuah upaya adaptasi atas berkembangnya permintaan pasar musik masyarakat yang cenderung lebih suka musik modern baik pop ataupun dangdut. Selain itu, hal ini juga menjadi upaya dari para pekerja seni yang tergabung kelompok musik ini untuk bertahan hidup dan menjadikan musik hiburan ini sebagai sumber mata pencaharian.
Para personil kelompok musik ini terdiri dari warga keturunan Tionghoa Benteng yang secara fisik berbeda dengan warga keturunan dari daerah lain, yakni tidak berkulit putih melainkan berkulit sawo matang namun mata agak sipit, dan biasanya memiliki keahlian bermain musik tradisional yang diturunkan dari keluarganya.
Informasi yang saya peroleh dari tuan rumah, biaya yang dikeluarkan untuk menghadirkan Gambang Keromong Modern selama dua hari satu malam sekitar tujuh juta rupiah, suatu angka yang saya nilai cukup tinggi untuk biaya pesta namun sebanding dengan kerja untuk kelompok musik yang lebih dari sepuluh personil.
Meskipun tarifnya cukup mahal bila dibandingkan dengan memanggil organ tunggal, tetapi masyarakat Ciben memilih memanggil Gambang Keromong untuk acara pesta pernikahan karena merasa musik Gambang Keromong ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya yang mereka pertahankan sampai saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H