Lihat ke Halaman Asli

Ariyani Na

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga

Menahan Hati untuk Menjaga Periuk Nasi

Diperbarui: 10 Februari 2016   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini terinsiprasi dari komentar seorang Kompasianer Sepuh  yang ada di artikel Kisah Pilu Driver GoJek vs Customer, demikian,

“Benernya sih, sikap "menahan-hati" itu akan selalu terjumpai di setiap profesi yang "dianggap-rendah" oleh sesamanya, bang..... Pada penjual nasi goreng yg dianggap konsumennya menjual nasi gak enak. pada pemilik toko kelontong yang dimaki konsumennya. Pada kontraktor yg bertemu pemilik rumah yg enggan membayar, pada rekanan yg mesti meladeni kebutuhan pejabat yg aneh2. Dan....... pada mahasiswa yg menghadap dosennya .......... Tapi itulah seninya hidup. hihihi Pekerja sosial semisal Ketua RT atau ketua DKM pun harus siap menerima perlakuan seperti itu ...... Bravo, bang!”

Saya tertarik dengan kalimat “menahan hati akan selalu dijumpai di setiap profesi yang dianggap rendah oleh sesamanya.” Dan menurut saya bukan hanya profesi yang dianggap rendah tetapi hampir pada semua profesi.

Prinsip bahwa pembeli adalah raja seringkali dijadikan alasan untuk seorang pembeli, baik barang ataupun jasa, boleh bersikap semaunya dan tidak peduli ‘nasib’ maupun perasaan si penjual barang ataupun jasa.  Yang muncul dalam pikiran pembeli mungkin kalimat seperti ini “Saya mau kasih rejeki kok, kenapa harus jadi saya yang susah?” atau dengan kata lain “Saya mau kasih rejeki kok, kenapa dipersulit?”  

Bagi yang tidak berada diposisi penjual, membaca cerita yang dituliskan pada artikel kisah pilu driver gojek, pasti akan langsung merespon bahwa pembeli-pembeli seperti itu harus diberi ‘pelajaran’, namun bagi penulis cerita yang bertindak sebagai penjual jasa tentu tidak dapat berlaku demikian, karena disana ada PERIUK NASI yang tetap harus dijaga, agar keluarganya tetap dapat makan kenyang.

Sama seperti cerita seorang pedagang kelontong yang sudah bertahun-tahun berjualan, kemudian baru-baru ini dibantu anaknya berjualan. Pengalaman bertahun-tahun si pedagang ini menghadapi pembeli tentu tidak serta merta dapat langsung diikuti oleh si anak, sehingga tidak jarang pedagang ini mengingatkan si anak untuk menurunkan nada suara saat meminta pembeli untuk sabar antri dilayani.

Perasaan kesal bercampur marah tentu akan hadir saat berhadapan dengan pembeli yang bersikap semaunya, tetapi demi menjaga suasana dan kelangsunganan usaha/pekerjaan, tentu perasaan itu tidak akan diungkapkan secara langsung dihadapan orang tersebut, melainkan akan berusaha meredam marah dan bersabar menghadapinya, dan ini yang saya anggap sebagai kemampuan MENAHAN HATI agar tidak merasa sakit hati.

Bukan hanya terjadi di profesi yang berhadapan langsung dengan konsumen, di lingkungan perkantoran juga sering kita jumpai prilaku ‘akulah raja’ sehingga merasa harus di nomor satukan dan tidak boleh ada penolakkan, contoh seorang bagian marketing yang marah-marah pada bagian operation hanya karena ada aplikasi nasabah bernilai ratusan juta yang harus ditolak karena tidak memenuhi persyaratan umum.  

Tidak semua orang mampu menahan hati saat berhadapan dengan kondisi-kondisi yang tidak enak seperti yang diceritakan driver gojek tersebut, terutama bagi orang yang belum berpengalaman menghadapi hal-hal tersebut, perlu proses belajar untuk ‘meluaskan hati’ menerima perlakuan yang mungkin dapat disebut sebagai ‘tindakan yang merendahkan.’

Pengalaman berhadapan dengan pembeli atau pengguna jasa yang memaksa kita ‘menahan hati’ akan membuat kita lebih dapat menghargai orang dengan profesi lain yang mirip atau bahkan profesi yang dianggap lebih rendah sekalipun. Selain itu, pengalaman tersebut akan membuat kita lebih pintar mengenal karakter pembeli dan sudah memiliki ‘jurus’ untuk bagaimana menghadapinya.

Perlakuan yang tidak enak tentu bukan selamanya disebabkan karena kesewenang-wenangan pembeli atau pengguna jasa, tetapi bisa juga disebabkan karena kesalahan kita, baik disengaja atau tidak sengaja, dan untuk menghadapinya tentu tetap perlu menahan hati dan mengakui bahwa yang dipermasalahkan oleh pelanggan tersebut memang tidak seharusnya terjadi. Untuk kasus ini, agar tidak terulang pada pelanggan lain maka perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline