Lihat ke Halaman Asli

Ariyani Na

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga

Lika-liku Pertelevisian Nasional

Diperbarui: 24 Agustus 2016   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Mojzagrebinfo/Pixabay

Masih teringat jelas saat saya masih anak-anak, saat itu televisi menjadi satu-satunya hiburan anggota keluarga saat berada di rumah, tidak ada peristiwa rebutan remote tv, karena saat itu selain tv milik kami tidak ada remotenya, tayangan televisi pun hanya satu yaitu TVRI.

Masih teringat jelas pula tayangan-tayangan acara di TVRI yang umumnya lebih banyak menayangkan produksi lokal, dari acara musik hingga tayangan cerita untuk anak-anak, ada film atau drama televisi non lokal namun lebih sedikit porsi jam tayangnya. Karena hanya satu stasiun televisi juga, mungkin teman-teman yang satu angkatan dengan saya masih hapal dengan tayangan acara rutin TVRI seperti Aneka Ria Jenaka, si Unyil, Kamera Ria, Cepat Tepat dan satu lagi acara yang sering dijadikan patokan orang tua untuk anaknya segera masuk kamar tidur, yaitu Dunia Dalam Berita.

Hadirnya stasiun televisi swasta nasional pertama, tentu membawa warna baru bagi tayangan televisi nasional dan memberi pilihan pada masyarakat untuk menyaksikan tayangan televisi sesuai selera. Semakin banyak stasiun televisi, maka semakin banyak pilihan tayangan yang dapat dinikmati, sehingga banyak stasiun televisi yang menyajikan tayangan yang sekiranya dapat memenuhi selera masyarakat.

Televisi ditinggalkan masyarakat kota.

Perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan membuat televisi bukan lagi satu-satunya media untuk mencari hiburan dan informasi. Masyarakat kota lebih senang mencari berita melalui media berita online, dan mencari hiburan di tempat-tempat yang menyediakan sarana untuk berkomunitas atau yang menyediakan fasilitas internet berkecepatan tinggi dan berinterkasi dengan dunia maya.

Saat ini banyak kritik yang dilancarkan kepada media televisi, bahkan Presiden Jokowi pun mulai mengingatkan agar televisi menayangkan program-program yang dapat mendidik masyarakat terutama anak-anak agar memiliki budi pekerti yang baik.

Meskipun banyak protes dan kritik yang hadir untuk tayangan-tayangan acara yang dinilai tidak mendidik, bahkan tidak bermutu, seperti cerita sinetron yang lebih banyak menampilkan hedonisme dan acara musik panggung yang juga disebut tidak bermutu karena mengajarkan prilaku tidak baik dan menambilkan goyangan dengan pakaian yang tidak sopan, namun pada kenyataannya tayangan tersebut tetap ada.

Acara televisi menemukan penontonnya sendiri

Seperti halnya tulisan yang akan menemukan pembacanya sendiri, begitu juga acara televisi akan menemukan penontonnya sendiri. Saat saya pulang kampung, cukup kaget juga saat saya melihat bahwa di rumah masih senang mengikuti cerita sinetron yang menurut saya tidak bagus bahkan tidak masuk akal. Begitu juga halnya tayangan musik panggung, mungkin masyarakat yang tinggal di pinggiran kota, di kampung-kampung, masih banyak yang senang menyaksikan acara-acara seperti itu.

Karena alasan diataslah maka, banyak stasiun televisi yang masih menayangkan tayangan-tayangan seperti itu, karena memang masih diminati oleh sebagian masyarakat. Saat ini ada juga stasiun televisi yang menyajikan program yang lebih berbobot, namun belum tentu tayangan berbobot tersebut disukai oleh segmen masyarakat yang saya sebutkan diatas.

Televisi menjadi sarana politik
Dulu kita hanya mengenal satu televisi yang fokus menyajikan berita, kemudian bertambah satu demi satu dan belakangan televisi yang berbasis berita ini dijadikan sarana untuk berpolitik, dan akhirnya informasi yang sampai ke masyarakat menjadi tidak murni lagi, apalagi seringkali media televisi menghadirkan pengamat-pengamat yang opininya sesuai dengan jalur politiknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline