Lihat ke Halaman Asli

Merapi Kala Itu

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1384607241283703233

Menjadikan indah dalam setiap nyata adalah impian kami. Berpegang teguh pada keyakinan dan persahabatan demi satu tujuan. Tak gentar menghadapi cobaan,dan tetap pasrah untuk terus melangkah menjalankan takdir yang sudah Tuhan kasih untuk kami. 22 September 2013, Tiga orang sahabat memutuskan untuk menjajal curam nya tebing di lereng Merapi. Awan,Eko dan Arya,adalah tiga orang sahabat yang mempunyai mimpi untuk bisa mengarungi tiap lereng dan lembah gunung-gunung di seluruh Indonesia. Demi menikmati indah nya negeri di atas awan. Merapi adalah pendakian pertama Arya,sungguh pengalaman yang tak akan pernah dia lupakan. Beruntung Arya punya sahabat seperti Awan dan Eko yang sudah berpengalaman dengan bergambung di sebuah kelompok penggiat alam (MIPALA). Tinggal diantara Gunung Merapi dan Gunung Lawu,tepatnya di kecamatan Wonogiri. Setelah semua sudah di siapkan kami memutuskan untuk mendaki lewat jalur utara,yaitu melewati pinggiran kabupaten Boyolali. Kami berangkat jam 7 malam dan sekitar jam 10 malam kami sampai di Boyolali. Tusukan angin malam yang masuk melalui sela-sela benang pakaian sudah mulai membekukan sebagian tubuh. Perjalanan berhenti di sebuah warung tenda di pinggiran jalan. Sajian nasi ayam goreng lengkap dengan minuman hangat pun kami pesan. Sambil menunggu makanan di siapkan,mata menoleh kiri kanan hingga tertuju ke sebuah warung di samping tempat singgah kami. Ternyata,telah banyak yang sudah sampai duluan di sini. Iya,para pecinta alam yang ingin mendaki juga sedang beristirahat buat melepas letih. Tapi entahlah,mereka mau mendaki ke Merapi atau Merbabu. Karena jalur menuju kesana pun se arah dengan jalur yang kami tempuh. Setelah perut terisi penuh dengan makanan kami pun melanjutkan perjalanan. Lika-liku jalan tanjakan ber aspal menuju tempat tertinggi. Dalam perjalanan sudah nampak indah lampu-lampu kota terlihat jauh di bawah sana. Sungguh indah sekali... Tepat jam 11 malam kami pun sampai di Barameru yaitu Base Camp Lereng Merapi. Kendaraan sudah terparkir dengan penuh nya. Tak banyak peralatan yang kami bawa,karena kami memutuskan untuk tidak mendirikan tenda atau menginap. Semua perbekalan kami turunkan,dan mulai meracik strategi untuk bisa melewati terjal nya setapak bebatuan lereng Merapi. Tak lama kami di base camp,formulir pendaftaran di isi lalu dengan semangat nya kami bergegas untuk berjalan naik. Rasa tak sabar untuk bisa melihat sunrise bersama tiga sahabat menjadi sepenggal kisah terindah sebuah arti persahabatan. Tak jauh dari camp,ada sebuah persinggahan yang di manfaat kan oleh penduduk setempat untuk membuka warung makan dan minuman. Kami berhenti untuk sejenak menikmati kopi panas. Canda tawa dan ejekan-ejekan tengil sering terucap sebagai kelucuan dan penghangat suasana. Tak lama kopi pun habis,dan kami mulai ber do'a sebelum benar-benar masuk ke track pendakian. Suasana sunyi berkolaborasi dengan dingin nya malam memaksa kami untuk sering beristirahat. Iring-iringan pendaki dari kelompok lain pun mulai mendahului kami. Setengah pendakian kami terlihat kembali indah nya gemerlap lampu-lampu kota di bawah sana. Sambil menikmati perbekalan,pertanyaan dan tebak -tebakan santai mewarnai istirahat kami. Tak lama kami beristirahat,karena kami tak mau kehilangan moment dimana sunrise menampak kan indah nya. Cukup lama kami berjalan,terlihatlah tenda-tenda dari pendaki lain sudah tertata rapi di hamparan pasir lereng merapi. Bebatuan-bebatuan dari berbagai ukuran terdampar di sana. Asap belerang pun mulai mengusik lubang hidung. Angin yang mula nya tak terasa,mulai mengusik persendian hingga menusuk tulang belulang. Jam 03-30 pagi,kami memutuskan untuk beristirahat di balik batu besar di hamparan pasir puncak merapi. Di sebelah tenda pendaki lain kami mulai menyalakan kompor kecil untuk merebus air. Angin dingin terus berhembus,kopi panas lengkap dengan cemilan kami nikmati. Obrolan dan canda tawa terus terdengar sebagai penghalau dingin udara pagi itu. Cukup lama kami beristirahat,dan rombongan pendaki lain pun mulai bergegas merapikan tenda masing-masing. Kaki mulai bergerak melangkah,menuju puncak tertinggi Gunung Merapi. Hamparan pasir luas dengan kedalaman semata kaki membuat langkah terasa berat. Hingga sampai pada titik paling curam dengan bebatuan hidup mulai kami lewati. Dengan jeli mata memandang ke arah lampu senter,merangkak dan tetap fokus pada pijakan kaki. Bau asap belerang makin tercium dan membuat kepala sedikit pusing. Jingga kala itu mulai nampak,dengan semangatnya kami ingin segera mencapai titik tertinggi. Dan wow,tiga orang sahabat menyatukan genggaman di puncak Gunung Merapi memandang ke arah timur. Menikmati sosok keindahan penerang alam dan penanda di mulainya hari. Ya,itu sunrise yang indah... Matahari terbit di temani dengan jingga di sekelilingnya membuat sekujur tubuh merinding mengucap syukur atas indah Nya... Terima kasih Tuhan... Menapak puncak Merapi bersama tiga sahabat adalah hal yang luar biasa bagi kami. Photo bersama,berkumpul bersama sahabat pendaki lain tak kami lewatkan. Tampak pula wisatawan asing sampai di puncak di temani dengan pemandu. Tak lama kami di puncak,setelah puas ber photo kami pun memutuskan untuk turun karena asap belerang yang mulai keluar mengganggu pernafasan kami. Dengan sisa tenaga kaki melangkah turun ke tempat hamparan pasir tempat persinggahan. Kami kembali ke balik sebuah batu besar untuk menghidupkan kompor dan memasak air untuk membuat kopi serta memasak mie instan sebagai sarapan sebelum turun ke camp. Sambil menunggu air mendidih kami pun melanjutkan untuk mengambil gambar-gambar pemandangan di sana. Nampak Gunung Sumbing dan Merbabu berdiri dengan megah nya. Kopi panas dan mie instan telah siap di sajikan,dengan lahap nya kami sarapan. Sungguh sebuah moment terindah bisa melewati rintangan demi sebuah impian bersama sahabat. Tak mau berlama-lama kami di sana karena terik mentari mulai menyengat. Melanjutkan perjalanan menuruni jalan terjal adalah hal terberat yang akan di jalani seorang pendaki. Berangkat semangat,pulang selamat karena do'a terus menyertai perjalanan kami. Perjalanan pulang terlihat indah,karena pemandangan kiri-kanan nampak nyata. Rerumputan hijau tumbuh di sela-sela bebatuan,kebun tembakau juga ikut menghijau kan lereng. Walau tak begitu banyak tapi lumayan sejuk. Jalan setapak mulai di penuhi debu beterbangan,cukup menghambat perjalanan kami. Matahari makin terik,kami harus cepat turun sebelum peluh menguras energi tubuh. Jam 10 pagi kami sampai di Base Camp,di bandingkan pada saat naik perjalanan turun lebih cepat tapi juga lebih melelahkan. Badan sudah penuh dengan debu,rambut kusut,hidung mampet,tapi kebahagiaan menutupi semuanya. Hanya sekedar membersihkan badan di Base Camp Barameru,karena kami tak mau pulang terlalu sore. Tak banyak istirahat dalam menempuh perjalanan pulang kami. Hanya berhenti mengisi bensin dan makan saja. Dengan rasa lelah bahagia kami pun sampai di rumah. Jam 15.00 kami sampai dengan selamat. Membawa sebuah cerita tentang arti persahabatan diatas puncak Gunung Merapi kala itu...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline