Teror Pemangsa Janin (Bagian 1):
Penampakan Sosok Mengerikan
By Ariya Wirasastra
Kandungan di perut Mirda telah masuk usia tujuh bulan. Perempuan muda berdarah Minang itu mulai kepayahan jika berdiri terlalu lama, apalagi sambil menyapu ruangan yang selalu kotor oleh sisa pekerjaannya. Sebuah kursi lipat kecil selalu tersedia di dekatnya, digeser ke sana ke sini sebagai penopang saat letih.
Sejak mengajukan cuti kerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan properti sebulan yang lalu, sejak itu juga Mirda kembali menekuni hobi semasa gadis membuat kerajinan tangan. Mulai dari bingkai foto daur ulang, gelang anyaman padi kering, dan berbagai produk handmade lainnya dihasilkannya untuk membunuh sepi sekaligus menambah pendapatan. Mirda terkadang merasa janggal jika harus berdiam diri menanti sang suami yang pekerja serabutan dan tak tentu jam pulangnya. Padahal selama ini suaminya yang selalu setia menunggu di parkiran kantor ketika dia pulang sampai larut malam.
Setelah sapu ijuk diletakkan di sudut teras rumah dan sampah telah diikat dalam kantung, Mirda duduk di lantai sambil bersandar di bawah jendela yang baru saja ditutupnya rapat. Pandangannya diarahkan ke ujung jalan, berharap suaminya muncul dari sana.
Sementara matahari senja kian meredup dan suasana jalanan yang sepi dari lalu lalang manusia pun kian mencekam. Entah kenapa perasaan takut perlahan menghembus kepadanya. Ditengoknya dua rumah tetangga di sisi kanan, tampak gelap belum menyalakan lampu dan sunyi tak berpenghuni. Mirda kemudian teringat kalau kedua penghuni rumah kontrakan itu sedang mudik libur panjang. Maka dia buru-buru bangkit dengan payah, lalu masuk rumah sambil menyalakan lampu seluruh ruangan.
Sayup-sayup suara anak-anak bershalawat di masjid telah terdengar pertanda waktu maghrib menjelang. Mirda pun memutuskan memasak air untuk secangkir kopi hitam favorit suaminya. Lalu dibilasnya sebuah mug dan tutupnya yang sebetulnya sudah dicuci bersih sebelumnya.
Di antara desis air yang mulai mendidih dan kucuran air di wastafel, Mirda mendengar suara pintu yang dibuka. Sudah beberapa hari yang lalu dia meminta suaminya membeli pelumas pada engsel pintu yang berkarat karena selalu mengeluarkan decitan yang menyakiti telinga.
"Bang, sudah pulang? Sebentar ya Mirda buatkan dulu kopinya," ujarnya sambil menuangkan dua sendok kecil gula dan tiga sendok kecil kopi hitam.