Komite Pemburu Kampanye
By Ariya Skylover
Sejumlah perempuan dewasa tampak berkerumun di depan gerbang sebuah Sekolah Dasar (SD). Mereka mengenakan beragam pakaian seperti gamis, t-shirt, kemeja lengan panjang lengkap dengan kerudungnya serta sebagian memakai kaos lengan pendek bahkan daster. Namun satu hal yang membuat para ibu rumah tangga itu terlihat kompak dan menyatu yaitu pilihan satu warna, merah menyala!
"Bu RT! Mana ini Mpok Ani kok belum juga nongol?" tanya perempuan gemuk yang mengenakan daster kepada rekan di sebelahnya yang tengah sibuk menggerakan jari di layar andriodnya.
"Sudah Saya teleponi dari tadi toh, Mama Raffi. Tapi kok ya ndak diangkat-angkat," jawab Bu RT sambil terus mencolek-colek layar sentuh perangkat telekomunikasi digital bermerek sohor.
"Mbak Pur! Tadi gimana sih kata Mpok Ani bukannya Kita kumpul di sini setengah sembilan?" tanya perempuan gemuk berdaster yang mulai mengeluarkan keringat sebesar butir-butiran jagung dari pori-pori kulitnya.
Orang yang ditanya bukannya menjawab, malah memalingkan wajah dan pandangannya ke arah jalan raya yang berjarak hampir 100 meter dari tempat mereka berdiri. Mbak Pur adalah perempuan bertubuh langsing dengan tinggi badan nyaris menyentuh dua meter, namun tanpa alasan dia berjingkat naik turun sambil memayungi kedua matanya dengan telapak tangan kanan. Setelah secara seksama memperhatikan ujung jalan, dia pun teriak kegirangan beberapa kali mengabarkan kedatangan orang yang mereka tunggu-tunggu.
"Maap ye, kesiangan. Soalnye tadi ada orang partai minta orang. Biase, buat kampanye," jelas Mpok Ani kepada para perempuan berpakaian serba merah.
"Oalah Mpok Ani, didatengi orang partai opo diparani Bang Adul. Lha wong tadi Aku lihat Bang Adul nutupi pintu sama jendela toh?" selidik canda Mbak Pur seorang warga musiman.
Tawa sekumpulan perempuan itu pun meledak. Mpok Ani yang warga asli Jakarta itu bukannya menyanggah apalagi marah, malah menyambutnya dengan candaan-candaan yang nyerempet hubungan suami istri dan patut disensor redaksi.
Setelah candaan reda, perempuan muda yang tadi dipanggil Ibu RT mengajak mereka segera bergegas dari situ. Selain waktu telah menunjukkan pukul sembilan kurang sepuluh menit, Bu RT khawatir alarm tanda istirahat di sekolah segera berbunyi. Khawatirnya bila di antara siswa itu ada yang menjumpai ibunya masih berada di lingkungan sekolah, pastinya merengek minta dibelikan jajanan serta 'menular' kepada para ibu yang lain. Artinya para perempuan dengan dresscone merah yang ternyata pengurus Komite Sekolah di SD tersebut, tentunya akan terhambat lagi berangkat ke tempat tujuan.
Akhirnya mereka pun bergegas meninggalkan sekolah menuju sebuah lapangan futsal dekat rumah Ketua Rukun Warga (RW). Belasan anggota komite itu berjalan melalui jalan sempit selebar 1,5 meter yang diaspal mulus oleh seorang Calon Legislatif (Caleg) asal kampung sebelah. Setelah melewati beberapa gang sempit, berbelok-belok dan naik turun, mereka pun sampai di lapangan futsal yang dimaksud.