Lihat ke Halaman Asli

Ariya Hadi Paula

Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Pentas Bunga Pasrah

Diperbarui: 5 September 2024   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pentas Bunga Pasrah

By Ariya Skylover

Tirai kain digulung ke atas, ditarik pelan oleh dua anak lelaki di sisi kanan panggung. Alunan musik klasik Toccata and Fugue in D Minor, BWV 565 karya Johann Sebastian Bach  mengiringi  dibukanya pentas drama anak-anak Rumah Yatim al Insaniyah. Pandangan para penonton tertuju  ke panggung yang  sengaja dibuat gelap tanpa cahaya.

"Pagi nan gelap  masih menyelimuti  Bukit Cinta Sejati.  Udara dingin disertai kabut menghadirkan embun yang menempel pada beberapa  batang tumbuhan liar serta membuat basah  padang rumput di kaki bukit.  Namun fajar segera menjelang memaksa kuntum-kuntum bunga liar terbangun dari tidurnya...."  Begitu sang narator membuka  babak pertama pentas drama.

Seketika lampu  panggung menyala temaram, tapi lampu sorot  super terang menyinari  sesosok setangkai bunga melati raksasa yang di tengahnya menyembul kepala bocah perempuan cantik.  Melati cantik itu merentangkan kedua tangannya yang berbentuk kelopak daun. Lalu dia menggeliat melepas kantuk terakhirnya.

"Uahhh..... Selamat pagi  dunia yang indah  salam hormat buat engkau matahari yang sudah membangunkan diriku dengan sinar hangatmu," tutur  si setangkai melati.

Para penonton yang kebanyakan orang dewasa  terkagum-kagum pada kecantikan pemeran melati.  Mereka adalah donatur tetap bagi yayasan rumah yatim yang menampung anak tanpa orangtua, bocah jalanan terlantar serta korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang harus dipisahkan dari keluarganya  yang rentan konflik. Lampu sorot warna-warni  menyinari atas panggung ketika  sang melati cantik bernyanyi dan menari riang menyambut kehadiran mentari.  

Di belakangnya ikut menari setangkai mawar berduri, bunga matahari serta sekuntum kamboja liar.  Keempat bunga cilik nan cantik  menari riang namun sedikit centil.Tiga lagu anak tempo dulu dinyanyikan bersama penuh ekspresi.  Aksi mereka baru berhenti  ketika sinar warna-warni berganti temaram, sementara  irama dinamis pun melamban.

"Suasana ceria di kaki Bukit Cinta Sejati mendadak  sepi.  Hening dan menegangkan ketika seekor kumbang jantan datang lalu berputar-putar mengelilingi  para bunga cantik," ujar sang narator.

Sang kumbang jantan yang diperan seorang bocah lelaki usia sepuluh tahunan  terus mengitari  bunga-bunga yang kini terdiam penuh kebisuan.  Sungutnya yang panjang dan lancip ditekan pelan ke kelopak para bunga, seakan  mengendus wangi tiap tumbuhan cantik itu.

"Bezzz... bezzz... bezzz..., maaf wahai melati cantik. Boleh Aku menyedot madumu untuk Aku persembahkan kepada Sang Ratu?" tanya sang kumbang ketika berhenti di hadapan melati cantik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline