Kecanggihan Artificial Intelligence (AI) kian terasa di berbagai lini kehidupan, tak terkecuali di ranah pendidikan. Munculnya ChatGPT, Google Bard, serta platform AI pembelajaran lainnya memunculkan tanda tanya besar: Apakah AI akan mengambil alih peran guru di masa depan? Pertanyaan ini tidak hanya berangkat dari kekhawatiran sesaat, namun juga memunculkan diskursus mendalam tentang masa depan pendidikan sekaligus menyingkap bagaimana peran manusia seharusnya diposisikan di tengah kemajuan teknologi.
Di saat teknologi AI semakin diandalkan, muncul diskusi hangat di antara pendidik, ahli teknologi, serta para pembuat kebijakan pendidikan. Hasil survei dari Asosiasi Pendidik Indonesia (2024) mengungkapkan bahwa 67% guru merasa khawatir posisinya akan tergeser oleh AI dalam kurun waktu sepuluh tahun. Apakah ketakutan ini beralasan? Bagaimana cara memastikan bahwa penerapan AI di sekolah tetap mengusung etika dan menjunjung tinggi kemanusiaan?
Perkembangan AI dalam Proses Pembelajaran
Kemajuan AI di bidang pendidikan telah berlangsung cukup pesat. Sistem adaptif yang semula sederhana kini berkembang menjadi teknologi yang mampu memberi pengalaman belajar bersifat personal dan interaktif. Misalnya, platform seperti Carnegie Learning mencatat peningkatan prestasi akademik siswa hingga 83% setelah menerapkan sistem AI adaptif dalam pelajaran matematika.
Kemampuan AI untuk memantau dan menganalisis proses belajar siswa secara real-time membuka jalan menuju pendidikan yang lebih terpersonalisasi. AI dapat mendeteksi area kesulitan yang dialami siswa, menyesuaikan materi sesuai kebutuhan, serta menyediakan umpan balik seketika. Data dari Kementerian Pendidikan juga menunjukkan adanya kenaikan nilai siswa hingga 27% pada sekolah-sekolah yang memanfaatkan AI dalam proses belajarnya selama satu tahun terakhir.
Kendati demikian, sejumlah tantangan turut mengemuka. Permasalahan seputar privasi data siswa, akurasi penilaian berbasis AI, dan dampak psikologis dari penggunaan teknologi ini masih menjadi topik perdebatan. Menurut Pusat Penelitian Pendidikan Digital (2024), 45% peserta didik menyatakan ketidaknyamanannya saat proses penilaian sepenuhnya dilakukan oleh sistem AI.
Pentingnya Peran Guru di Era AI
Walaupun AI menawarkan kapabilitas hebat dalam pengolahan data dan penyesuaian materi, ada dimensi tertentu yang tidak dapat diambil alih oleh mesin. Guru memainkan peran unik dalam membina hubungan emosional, memberikan motivasi, serta menanamkan nilai moral yang sulit ditiru oleh teknologi.
Riset membuktikan bahwa keterlibatan guru berdampak signifikan pada motivasi belajar siswa, bahkan ketika teknologi AI mulai disertakan. Studi Chiu et al. (2023) terhadap 123 siswa kelas 10 mengindikasikan bahwa motivasi intrinsik untuk belajar melalui chatbot AI meningkat cukup signifikan ketika guru secara aktif mendampingi, dibandingkan saat teknologi tersebut digunakan tanpa pendampingan.
Dalam penelitian lainnya, Alasgarova dan Rzayev (2024) menjelaskan bahwa kendati AI mampu meningkatkan interaksi siswa hingga 68%, penerapannya yang kurang etis dapat mengikis otonomi siswa dan menurunkan kualitas pembelajaran. Penelitian Ramakrishnan et al. (2024) menegaskan bahwa guru bukan hanya bertindak sebagai fasilitator saat memanfaatkan AI, tetapi juga berperan sebagai pengawas yang bertanggung jawab menjaga penggunaan AI agar senantiasa sesuai dengan etika pendidikan. Dengan demikian, kolaborasi antara guru dan AI akan memungkinkan proses belajar lebih efektif, bukan sekadar menggantikan peran manusia.
Agar AI dapat memperkuat tugas pendidik, maka fokus penerapannya seharusnya tertuju pada pengurangan beban administratif dan penilaian rutin. Langkah ini memberi ruang bagi guru untuk menggarap aspek-aspek pengajaran yang lebih esensial, mulai dari pembinaan karakter hingga pengembangan kemampuan berpikir kritis.