Lihat ke Halaman Asli

Sanggupkah Tuhan Menerima Musibah

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sudah lama aku tidak bertemu Mbah Maridjan, dikarenakan aku harus pergi keluar kota menuntut ilmu. Setelah gempa di Jogja yang membikin hati miris itu,pesantren tempat aku belajar libur, semua santri disuruh pulang. Aku segera teringat Mbah Maridjan, bagaimana kabar orang tua itu yang dulu sering
mengajari aku filsafat Jawa.
Tergopoh2 aku menemui Mbah Maridjan, kucari tadi di rumahnya beliau tidak ada. Setengah berlari aku menyusuri pematang sawah yang masih agak basah, sambil sesekali menghirup aroma batang padi yang merasuk. Kata tetangga Mbah Maridjan, beliau sering menyendiri di gubug di tengah sawah kalau sore2
begini. Dari jauh sudah kulihat gubug kecil beratapkan daun kelapa dan damen ( batang padi kering). Setelah dekat, kulihat Mbah Maridjan yang sedang menyalakan rokok lintingannya. Baunya menyengat, tetapi segar apalagi ditambah suasana sore yang semilir.
“ Mbah, Mbah, bagaimana ini Mbah, musibah datang silih berganti, sepertinya sudah waktunya kita melakukan tobat nasional. Mbah Maridjan malah tenang2 saja”

“ Musibah itu bisa jadi rahmat, sebagaimana rahmat juga bisa jadi musibah. Ini hanya kejadian alam biasa Le.”

“ Gimana sih Mbah, musibah ini peringatan dari Tuhan Mbah atas dosa2 kita, sekaligus juga ujian apakah kita tabah menghadapi musibah.”

“ Tuhan pun tak sanggup menerima musibah, Le”

Aku seperti ditampar langsung di otakku, apa pula maksud Mbah Maridjan ini.

“ Hhhmm, maksud Mbah Maridjan…?”

“ Tuhan itu Le, baru diduakan saja sudah marah2, baru perintahnya tidak dilaksanakan saja sudah ngirim bencana, lha piye…Tuhannya saja nggak tabah, ciptaannya bisa lebih gak tabah lagi”

“ Sebentar2, aku masih tidak mengerti apa maksud Mbah Maridjan.”

“ Kamu ini pancen bodho Le, kamu ingat kisah Adam dan Hawa, yang dikeluarkan dari surga hanya karena makan buah Khuldi yang terlarang itu, itu kan kesalahan sepele, tapi Tuhan marah, terus Adam dan Hawa ditundung dari surga. Terus kamu ingat kisah Iblis dan Adam, Iblis disuruh menghormati Adam, suruh sujud di depan Adam, lha wong Iblis itu pinter, ya dia nggak mau, dia hanya mau sujud dan hormat kepada Tuhan, lagi2 Tuhan marah, purik, akhirnya Iblis dilaknat. Ingat pulakah kau tentang Sodom dan Gomora, hanya karena homoseksualitas saja seluruh kota dihancurkan. Tuhannya saja kurang dewasa, jangan pula salahkan umatnya kalau kekanak2an."

Aku hanya bengong, mendengarkan tutur kata Mbah Maridjan yang mengalir sambil mengepulkan asap rokok kretek di jari2 tangannya. Sungguh2 gila Mbah  Maridjan ini, berani2nya menggoyang tahta diktatur Tuhan.

“ Aceh sudah lebur, Jogja sudah hancur, Merapi njeblug, kita harus lebih banyak
berdoa Mbah Maridjan, supaya Tuhan mengampuni dosa2 kita.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline