Lihat ke Halaman Asli

Aritri Anggara

Vanny ary trianggara

Pandangan Hidup Negara Yang Berbeda

Diperbarui: 14 November 2020   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejumlah negara Muslim mengecam aksi "menunjukkan kalikatur Nabi Muhammad SAW" yang dilakukan Samuel Paty. Aksi tersebut dianggap "menistakan" umat Muslim dunia.
Macron merespons dengan menyampaikan pembelaan penuh semangat terhadap kebebasan berbicara dan nilai-nilai sekuler yang berlaku di Perancis.

Kedutaan Besar Prancis di Jakarta merespons gelombang protes dari warganet yang memenuhi kolom komentar media sosial mereka. Kedubes berdalih pernyataan Presiden Emmanuel Macron untuk melawan Islam radikal..
Respons Kedubes Prancis diunggah pada akun Facebook mereka dengan judul 'Tanggapan Kedutaan Besar Prancis untuk Indonesia terhadap komentar-komentar pada laman sosialnya'.
"Mengingat sejumlah komentar terhadap upacara untuk mengenang seorang guru Prancis yang dipenggal di Conflans Sainte-Honorine pada 16 Oktober 2020 lalu, Kedutaan Besar Prancis ingin mengklarifikasi hal-hal berikut ini," bunyi pernyataan Kedubes Prancis.
Pertama, sejumlah komentar yang ditulis di jejaring sosial memelencengkan posisi yang dipertahankan oleh Prancis demi kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, dan penolakan ajakan kebencian. Komentar-komentar tersebut menjadikan pernyataan yang dibuat oleh Presiden Macron pada acara penghormatan nasional kepada Samuel Paty sebagai alat untuk tujuan politik.
"Padahal pernyataan itu bertujuan mengajak untuk melawan Islamisme radikal (radikalisme) dan perlawanan tersebut dilakukan bersama-sama dengan umat Muslim Prancis, yang merupakan bagian integral dari masyarakat, sejarah dan Republik Prancis," kata Kedubes.
Presiden Emmanuel Macron, lanjut Kedubes, menyatakan dengan jelas tidak ada maksud sama sekali untuk menggeneralisasi dan secara tegas membedakan antara mayoritas warga Muslim Prancis dengan minoritas militan, separatis yang memusuhi nilai-nilai Republik Prancis.
Untuk menguatkan argument tersebut, Kedubes Prancis juga mengutip pernyataan Dewan Peribadatan Muslim Prancis (CFCM), yang merupakan instansi resmi perwakilan umat Islam di Prancis dan menjadi mitra utama pemerintah. CFCM disebutkan telah mengutuk pembunuhan.
Mereka menyatakan,"Pembunuhan keji tersebut mengingatkan kita pada bencana yang sayangnya menandai realitas yang tengah kita hadapi : merebaknya radikalisme, kekerasan dan terorisme yang mengaku-aku atas nama Islam di negara kita, yang menimbulkan korban dari kalangan berbagai usia, berbagai kondisi dan berbagai keyakinan."
Kedubes sekaligus ingin menegaskan kembali tentang posisi Prancis yakni untuk melindungi kebebasan fundamental dan menolak kebencian.

Sementara itu Perancis adalah negara sekuler. Sekularisme atau di Perancis dikenal dengan nama laicite. Identitas nasional ini meyakini "membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu dapat merusak persatuan."
Menyeimbangkan Lacit dan Kebebasan Beragama
Saat ini, komitmen pemerintah Prancis untuk menegakkan lacit menimbulkan tantangan: bagaimana Prancis memastikan bahwa modelnya yang sangat sekuler sesuai dengan komitmen OSCE terhadap kebebasan beragama?
Lacit dirancang untuk mempromosikan kenetralan negara dan mendorong dialog di antara beragam individu dan di antara dan di dalam komunitas religius dan non-religius. Akan tetapi, negara Prancis modern, dalam beberapa hal, telah mengubah lacit menjadi model koersif yang memaksakan sekularisme tertutup --- model yang mencoba untuk mengecualikan agama dari ruang publik dengan menurunkan manifestasinya yang mencolok hanya ke kehidupan pribadi.
Misalnya, undang-undang tahun 2010 yang melarang penyembunyian wajah berlaku untuk semua bidang masyarakat, terlepas dari keterlibatan negara. Demikian pula, undang-undang El Khomri yang lebih baru, undang-undang ketenagakerjaan, mencakup ketentuan yang mengizinkan perusahaan swasta untuk memberlakukan netralitas agama di tempat kerja, ruang di mana negara sekuler jelas-jelas tidak ada. Awal tahun ini, beberapa politisi Prancis dari seluruh spektrum politik mengutip lacit sebagai pengaruh untuk menghentikan penjualan jilbab [ari oleh Decathlon, sebuah perusahaan barang olahraga Prancis milik swasta.

Jika di samakan dengan pancasila tentu sangat berbeda, pancasila adalah arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa bernegara untuk mewujud kan kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, kerakyatan, serta menjunjung tinggi nilai ke adilan.

Lalu apakah suatu negara dapat menyerang atau mengintrvensi negara lain? Pada dasarnya ideologi adalah cara pandang hidup bangsa, setiap bangsa pasti memiliki visi arah kehidupan atau cita cita ber bangsa. Ideologi juga sebagai sarana yang menyatukan masyarakat dengan nilai nilai dari cerminan masyarakat negara tersebut. Jadi tidak bisa suatu negara menyerang ideologi negara lain sebab perinsip, tujuan, dan kepribadian negara berbeda beda.

MAKSUD DARI PEMBUATAN ARTIKEL INI ADALAH UNTUK PEMENUHAN TUGAS MATA KULIAH ILMU NEGARA

MOHON MAAF APABILA ADA KESALAHAN DATA MAUPUN KATA

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline