Seperti yang kita tau bahwa Indonesia Negara yang setiap tahunnya memproduksi komoditas pangan seperti Padi, Jagung, Kedelai dan Gandum, karena Indonesia sendiri merupakan Negara yang beriklim tropis dimana ketersediaan untuk memproduksin sangat mewadahi dari segi Iklim, ketersediaan air dan Tenagan kerja yang mencukupi.
Tetapi di samping itu tentunya setiap tahun ke tahun limbah dari hasil produksi tanaman pangan dan tanaman hortikultura (Hasil Pertanian) menjadi masalah yang belum bisa di tangani secara efektif di Negara ini.
Dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik memperkirakan pada tahun 2015 memperoleh 19.612.435 ton hasil produksi jagung pipil kering di Indonesia, dari setiap Propinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatra Selatan , Sumatra Utara, NTT, dan Gorontalo.
Jika umumnya jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol jagung maka jumlah tongkol jagung di Indonesia pada Tahun 2015 adalah 5.883.730,5 ton. Padalah setelah dilakukan pemipilan tongkol jagung dibuang dan menjadi limbah. Jika dilakukan terus menerus jumlah limbah yang semakin meningkat akan merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.
Banyak yang tidak mengetahui kandungan tongkol jagung yang menjadi salah satu limbah, maka dari itu perlunya inovasi untuk mengurai limbah tongkol jagung ini dengan memanfaatkannya, dari hasil uji coba membuktikan bahwa tongkol jagung mengandung selulosa sebanyak 44,9 % dan sisanya mengandung hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan komponen utama untuk membentuk bioetanol.
Dengan mengembangkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, produksi bioetanol dari limbah tongkol jagung dapat memanfaatkan teknologi fermentasi. Dalam pemrosesan pembuatan bioetanol dari tongkol jagung dapat dilakukan dengan beberapa tahap seperti delignifikasi tongkol jagung , isolasi selulosa, higrolisis, fermentasi dan distilasi etanol.
- Tahap pertama yaitu delignifikasi yang bertujuan untuk melepaskan hemiselulosa dan mengurangi lignin yang berada pada tongkol jagung yang dapat menghambat adanya proses fermentasi yang akan dilakukan. Delignifikasi dilakukan beberapa tahap seperti perendaman dengan NAOCl 1%, pembilasan, penyaringan dan pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi KA pada tongkol jagung.
- Tahapan kedua yaitu isolasi selulosa bertujuan untuk mengekstrak hemiselulosa dari fraksi selulosa tongkol jagung, ekstrasi paling baik dilakukan menggunakan pelarutan NAOH. Isolasi selulosa dilakukan dengan perendaman tongkol jagung yang telah didelignifikasi dalam larutan NAOH 15% selama 24 jam pada suhu 28oC, kemudian dilakukan penyaringan hingga didapan fraksi padat berupa selulosa, kemudian dibilas dengan air hingga pH netral dan dikeringkan dengan oven dengan suhu 50oC selama 2 hari.
- Tahap ketiga yaitu Hidrolisis, metode hidrolisis memiliki 2 metode hidolisis lignoselolitik yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis enzim. Pada hidrolisis enzim konsentrasi gula lebih besar karena selulase yang dihasilkan oleh mikroba merupakan selulase kompleks sehingga selulosa tongkol jagung tersebut dapat dihidrolisis dengan sempurna.
- Tahap keempat yaitu Fermentasi, fermentasi dilakukan pada hari kesembilan untuk memisahkan filtrate dari biomasa dengan menggunakan penyaring. Sebelum dilakukan ekstrasi ditambahakan Tween sebanyak 80 sebanyak 0,1 %, filtrate kemudian di disterilisasi, kemudian di pucatkan warnanya menggunakan arang aktif 2% kemudian disaring dan dipekatkan hingga diperoleh konsentrasi glukosa yang diinginkan. Fermentasi menggunakan kamir yang dapat mengubah glukosa menjadi etanol , fermentasi dilakukan pada fermenor (produksi senyawa oleh mikrobia) selama 60 jam pada suhu 27oC dengan pH 4,8. Hasil fermentasi adalah bioetanol atau alcohol dengan kemurnian 10-12% dan belum termasuk kategori sebagai fuel based etanol. Untuk mecapai kemurnai yang diinginkan yaitu diatas 95% maka hasil fermentasi tersebut didistilasi.
- Tahap kelima yaitu distilasi yang bertujuan untuk memisahkan etanol dengan air dengan memperhitungkan titik didih kedua bahan selanjutnya diembunkan dimana titik etanol dan air masing-masing adalah 78,5 oC dan 100 oC dimana pada suhu tersebut etanol mendidih dan menguap terpisah dengan air. Uap etanol kemudian di embunkanlagi menjadi etanol murni yang mempunyai kemurnian diatas 95% sehingga siap digunakan bahan bakar.
Ini merupakan salah satu cara untuk penghematan dalam penggunaan bahan bakar minyak, sehingga bioetanol dapat menjadi salah satu alternative dalam penggunaan bahan bakar minyak.
Tetapi dalam penggunaanya sendiri bioetanol tidak dapat digunakan secara langsung perlunya adanya modifikasi dimana perlunya pencampuran 98% etanol dengan premium dengan perbandingan 20:80 sehingga memiliki angka oktan sebesar 11, sehingga dapat mencegah terjadinya fenomena knocking yang berpotensi menurunkan daya mesin yang dapat menimbulkan kerusakan pada komponen mesin.
Manfaat dari pencampuran ini juga dapat mengurangi emisi bahan pencemaran, sehingga pemanfaatan campuran bioetanol dan premium diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang ada di Indonesia. Berikut adalah table perbandingan antara bahan campuran bioetanol dan premium.
Kelebihan biotelanol dibandingkan dengan bensin
- Bioetanol aman digunakan sebagai bahan bakar, karena titik nyala etanol tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan bensin
- Emisi hidrokarbon lebih sedikit.
- Konsumsi bahan bakar mengalami pemurnian seiring dengan meningkatnya kandungan etanol
Kekuranngan dari etanol adalah:
- Mesin dingin lebih sulit melakukan stater
- Bioetanol bereaksi dengan logam seperti magnesium dan aluminium
- Emisi nitrogen oksida lebih tinggi