Tulisan ini bukan provokasi, bukan intimidasi, hanya bentuk curahan hati penyesalan, dan kekecewaan seorang siswi SMA kelas 12 berumur 16 tahun yang merasa di 'jahili'.
Hari ini tanggal 15 April 2013 bisa dibilang hari penentu bagi kami siswa/i kelas 12 SMA seluruh Indonesia. Hari ini, rutinitas tahunan Ujian Nasional dilaksanakan secara serempak se-Indonesia (meskipun beberapa daerah, terpaksa diundur).
Rasa takut pasti ada, wajar, kami pelajar biasa, bukan super. Meski seringkali kami mengeluh karena adanya UN dengan segala kecurangan yang sekarang 'nyaris' dianggap kebenaran ini yang dilakukan oleh BANYAK oknum, namun inilah negara tercinta kami, mau tak mau harus dijalani.
Tak bisa dipungkiri kecurangan UN memang ada dimana-mana, bahkan aku ditawari secara cuma-cuma, dan bukan munafik teman tercinta pun banyak yang mengandalkannya. Syukur, teman-teman yang ku maksud bukan teman sekolah, kami semua bersih. Sampai mati aku gak bakal pakai 'contekan', aku bukan pecundang. Lebih baik aku gagal karena PRINSIP, keteguhan hati, nurani dan akhlak, daripada berhasil karena curang. Bukan idealis, hanya realistis.Namun, bukan kecurangan itu yang ku maksud, bukan itu masalahku. Hari ini, pada saat ini, aku sangat kecewa dengan LJUN yang digunakan tahun ini. Hanya selembar kertas 'se-level' kertas HVS yang biasa ku gunakan untuk coret-coret gak jelas. Bahkan ketika bulatan yang kupilih dihapus, cetakan nya ikut terhapus. Bukan itu kualitas yang kami harapkan. Fotokopi 100 perak saja cetakannya susah dihapus bahkan gak bisa. Bayangkan betapa riskan nya LJUN tersebut. Padahal, kami selalu diwanti-wanti agar LJUN tetap rapih dan tidak bolong. Beberapa nomor yang kuhapus nyaris bolong kertasnya ketika hendak dibulatkan kembali (tentu sudah dengan teliti dan sehalus mungkin). Bahkan LJK Try Out kami sehari-hari jauh lebih baik kualitasnya daripada LJUN. Bukan mau sok tahu, namun ini kenyataan yang kami hadapi, siswa/i yang merasa dikadali.
Bukan mau menghakimi, namun hanya ingin tahu. Apa anggaran sejumlah Rp 120.457.937.603,00 tidak cukup untuk memberikan kualitas yang terbaik buat generasi penerus bangsa? Gak muluk-muluk, kami hanya ingin diberikan fasilitas yang selayaknya. Kami merasa kami hanya proyek tahunan dari beberapa oknum nakal yang ingin dapet 'bonus' cuma-cuma.
Jangan salahkan kami atas presepsi itu, setiap hari yang kami tonton dan baca cuma berita negatif dan KORUPSI.
Kami hanya berharap, kami siswa/i penerus bangsa, tidak dipandang sebelah mata lagi. Jangan rusak masa depan kami. Jangan terus-terusan jadikan kami 'kelinci percobaan', dengan segala proyek baru baik yang sudah dijalankan maupun yang akan dilaksanakan.
Mungkin banyak siswa/i yang gak merasa buruknya kualitas LJUN ketika dihapus, karena mungkin mereka hanya menyalin dan tidak perlu menghapus. Namun, lebih banyak lagi pelajar yang merasa kalau LJUN tersebut memang tidak layak. Aku punya banyak bukti, dari ocehan pelajar-pelajar di sosial media.Sekali lagi, ini bukan provokasi, cuma curahan hati seorang pelajar dan jutaan pelajar lain, gak lebih. Mohon dimengerti. Saya cuma berharap, UN tahun yang akan datang, bahan kertasnya bukan kualitas tisu, tapi justru dipertebal.
Kecil (pelajar), bukan berarti tidak bisa unjuk rasa. Semua orang berhak menegakkan kebenaran. Saya tidak mau lagi berpura-pura 'tidur nyenyak' di 'rumah sendiri' yang jelas-jelas dikepung 'maling'.
Salam sukses buat semua siswa/i kelas 12 SMA! Jangan jadi pecundang, percaya sama diri sendiri. Arita Gloria Zulkifli (Arita Kiefl), 16 tahun
SMA Charitas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H