Lihat ke Halaman Asli

Koalisi Merah Putih, sampai kapan?

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14120850231579758117

[caption id="attachment_326555" align="alignnone" width="620" caption="kmp"][/caption]

Mengamati kegaduhan para elit politik pasca kekalahan kubu Prabowo-Hatta tentu menggelitik nalar kita apakah Koalisi Merah Putih yang mereka permanenkan itu akan bertahan ataukah hanya akan seumur jagung dan bubar pada saat para anggota DPR periode 2014-2019 mulai aktif, ataukah bubar manakala Aburizal Bakri sudah kehilangan jabatan Ketua Umum Golkar yang tentu akan diganti oleh orang yang berasal dari kubu Jusuf Kalla.

Adalah tidak masuk akal sehat saya apabila ada sekelompok partai yang kalah PilPres lalu berkumpul untuk berjanji setia, sementara tidak ada kesamaan visi misi diantara mereka.

Untuk siapa mereka berkoalisi?

Apakah untuk Prabowo atau Aburizal Bakri yang sangat ngotot menghibur diri bahwa mereka lah yang berkuasa sehingga mau menghambur-hamburkan dana untuk membiayai setiap pertarungan dengan koalisi sebelah.

Tentu saja para elit politik dalam koalisi tersebut sangat diuntungkan karena mereka akan terus mendapatkan order dan perhatian lebih dari "Pemimpin Koalisi" yang rela merogoh kantongnya dalam-dalam agar mereka tampak menang dalam misi yang sangat jelas tidak ada arahnya.

Amien Rais dan Akbar Tanjung tentu bahagia apabila mereka dipandang sebagai penasehat dan penentu kebijakan koalisi, dan sudah sebagaimana lazimnya ada penghargaan atas jerih payah Bapak-Bapak tua yg mau meluangkan waktu untuk meninggalkan acara mengasuh cucu mereka demi sebuah kesibukan yang katanya untuk kemaslahatan anak bangsa.

Dalam kasus RUU Pilkada, sudah jelas bahwa KMP sangat berhasrat untuk menggolkan Pilkada melalui DPRD karena kelompok mereka merupakan kelompok mayoritas dalam Badan Legislatif diseluruh Indonesia, tapi apakah mereka sadar bahwa diantara mereka sendiri pasti akan terjadi tarik menarik kepentingan agar calon dari partai mereka yang maju dan terpilih sebagai Bupati / Walikota.

Apa jadinya jika Ketua Partai di daerah yang tentunya punya keinginan untuk memimpin daerahnya, diminta untuk mengalah kepada pihak lain karena adanya kesepakatan para elit KMP? Berapa banyak yang akan mau mengalah dan berapa lama pemimpin partai di daerah akan menerima keputusan para elit KMP di pusat?

Jawabannya jelas, maksimal hanya dalam beberapa kali PILKADA saja mereka akan solid, tapi setelahnya maka para pemimpin partai di daerah akan gerah dan tidak lagi akan mengikuti kebijakan para elit partai di pusat, mereka akan membentuk koalisi masing-masing didaerahnya sendiri dan tentunya PDIP dan Golkar sebagai pemenang PilLeg no 1 dan 2 yang akan diuntungkan dengan kondisi tersebut.

Dan hitungannya, hanya 6 kali saja para elit partai di Pusat menikmati masa panen karena para calon Bupati atau Walikota akan bisa diatur untuk menyerahkan sumbangan sesuai dengan keinginan elit partai, namun setelahnya hanya PDIP dan Golkar yang akan menerima jumlah lebih banyak daripada partai lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline