Lihat ke Halaman Asli

Ternyata Jokowi (Bukan) Malaikat

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

134687349010176726

Tabir gelap seorang Jokowi lambat laun semakin terbuka, sosok yang begitu ideal, dengan ciri yang lugas, merakyat, populis, dan nyaris tanpa cacat hukum, ternyata menghadirkan kenyataan yang sangat bertolak dengan slogan “Jakarta Baru”nya.

Ekspektasi masyarakat Jakarta akan perubahan sudah begitu besar, ini terlihat pada Putaran pertama Pemilukada, suara mayoritas dititip pada sosok Jokowi karena dianggap sebagai figur perubahan, yang akan mampu membawa Jakarta memasuki babak baru, yaitu babak transformasi Jakarta menuju arah yang lebih baik.

Saat kampanye putaran pertama Pemilukada kemarin, konstruksi citra jokowi begitu kuat dimasyarakat, dengan branding kotak-kotak, Jokowi mengkampanyekan dirinya sebagai sosok yang pro keberagamaan, menyukai wong cilik, dan siap berjihad untuk kemaslahatan rakyat. trend Jokowi melejit pesat karena dianggap pas dengan ekspektasi masyarakat.

Namun saat ini, apa yang menjadi harapan masyarakat terhadap sosok ideal jokowi, telah diurai satu persatu bagian-bagian keburukannya. Jokowi, sosok yang dianggap seperti malaikat ternyata lebih buruk dan lemah, ketimbang Foke yang citrannya tersandera oleh arogansi karakternya.

Adalah berita dari dunia sosial media, akun twitter anonim @triomacan2000 yang berani membuka borok gelap figur bernama Joko widodo. Walau berita itu dianggap tidak bagitu valid untuk menjadi sumber justifikasi terhadap seseorang, namun kicauan terhadap jokowi, adalah pelatuk tahapan untuk membuka tahapan-tahapan tabir selanjutnya.

Ada begitu banyak issue yang sebelumnya tidak diketahui oleh siapapun, terutama pemilih di Jakarta. issue-issue seputar Korupsi Jokowi, konstruksi issue SARA, kinerja Jokowi selama menjadi walikota Solo, kepentingan Konglomerat hitam dibalik Jokowi, kegagalan-kegalan Jokowi lainnya, adalah hal yang harus menjadi perhatian masyarakat Jakarta.

Kenapa harus menjadi perhatian ? karena jangan sampai, apa yang dianggap baik oleh masyarakat pemilih Jakarta, justru menjadi sesuatu yang buruk, dan mendatangkan kemudharatan untuk pembangunan Jakarta lima tahun kedepan.

Dari segi demokrasi, apa yang dikultwitkan oleh akun sosial @triomacan2000 terhadap Jokowi adalah bentuk negative campaign, yang tujuannya memberikan pencerahan kepada masyarakat terhadap tokoh fenomenal yang menjadi sandaran perubahan Jakarta. apa yang dilakukan oleh @triomacan2000 adalah sesuatu yang semestinya dilakukan untuk memberikan check and balance terhadap informasi yang sangat tidak berimbang.

Dengan informasi negative yang disuarakan oleh @triomacan2000, maka mata persepsi publik, khususnya pada dunia twittland menjadi terang dalam melihat sosok jokowi yang sebenaranya. Orang yang dianggap suci bak malaikat, ternyata memiliki banyak kelemahan yang terbungkus rapi dalam kemasan citra.

Harusnya apa yang dilakukan oleh @triomacan2000 bisa didorong pada ruang yang lebih luas, agar wacana keborokan seorang figur, bukan hanya menjadi issue dunia maya seperti twitter, namun menjadi komsumsi publik Jakarta, sehingga berefek pada penilaian menyeluruh, berimbang dan utuh terhadap figur Jokowi dan Foke.

Jika berhitung sisa waktu menuju pencoblosan putraran kedua pemilikuda Jakarta, maka gerakan massif untuk membuka berbagai tabir figur yang belum diketahui publik harus semakin digiatkan. Pemilih Jakarta harus mendapatkan pendidikan politik yang baik, soal bagaimana memilih pemimpin tidak dengan ego primordial atau sentimen keagamaan semata. Pemilih Jakarta harus diarahakan untuk menjadi subjek pemilih yang cerdas, yaitu memilih dengan mengetahui visi-misi, track record, dan tindakan rill apa yang akan dilakukan calon gubernur, jika terpilih nanti.

Pemilih Jakarta juga harus dibebaskan oleh kampanye citra, yang hanya mengedepankan kemasan, ketimbang isi otak kandidat. Soal prestasi, keilmuan, pendidikan, kecakapan memimpin seorang kandidat haruslah menjadi tumpuan yang harus terus-menerus disuarakan. Akan sangat bahaya, jika seorang calon pemimpin dipilih karena gaya populismenya semata, sebab mengurai dan mengatasi masalah Jakarta, tidak bisa dengan hanya populisme pemimpin. Mengklaim sukses memimpin di daerah lain, belum tentu akan sukses juga memimpin kota yang kompleks seperti Jakarta.

Untuk itulah, sisa waktu menuju pencoblosan, peran media dan masyarakat independent adalah instrument yang sangat penting untuk mendorong pemilih Jakarta, agar benar-benar memilih pemimpin yang teruji dan mengerti soal Jakarta. Slogan perubahan dan Jakarta baru harus ditaruh dalam kerangka sustainbale, yaitu konsep keberlanjutan program yang telah dilakukan oleh pemimpin incumbent, sebab waktu lima tahun dirasa sangat tidak cukup untuk merealisasikan semua hal yang telah dijanjikannya. Butuh kesempatan periodek untuk merubah Jakarta.

Meminjam istilah Susilo Bambang Yudhoyono, masyarakat jangan diberi angin surga dalam berkampanye. Soal slogan perubahan Jakarta, harusnya tidak menjadi pepesan kosong yang bertujuan meraup keuntungan suara pemilih. Yang realistis harus berani dijelaskan, dan yang hanya sekedar angan-angan kampanye harus diminimalisir untuk disampaikan, karena rasionalitas pemilih Jakarta, akan selalu menilai, mana calon pemimpin yang hanya mengandalkan citra kemalaikatan, dan mana yang tampil dengan prestasi kinerjanya untuk kemajuan Jakarta. Mari memilih pemimpin yang tahu tentang Jakarta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline