Lihat ke Halaman Asli

Ayahku Pahlawanku

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

masih teringat waktu aku masih sekolah dasar. di mana awal dari mulainya pendidikan di bangku formal. setiap hari setelah setelah bagda magrib, ayah selalu menyuruhku belajar dan mengaji. beliau ada di sebelahku dengan rotan yang di genggamannya. ketika mata mulai meredup rotan yang ada di genggaman ayah selalu mendarat di kaki bagian atas. sakit, kesal dan selalu menganggap ayah jahat, itulah yang ada di pikiranku waktu itu. hal inilah yang selalu menjadi makananku setiap hari, hingga aku duduk di bangku sekolah menengah atas. namun bukan rotan atau kayu yang ada di genggamannya, melainkan lisannya yang selalu mengucapkan kata-kata yang membuat aku berfikir dan berfikir. kadang terlintas dalam fikiranku, kenapa saya selalu di atur-atur padahal sudah besar. dua menggu setelah itu, ayah terkena penyakit jantung di saat lingkungan sekitar rumahku sudah terlelap dalam tidurnya. aku, kakak dan ibu panik, dan dengan segera aku dan kakak mengangkat ayah masuk ke dalam mobil dan langsung membawanya ke rumah sakit selebisolu. jarak rumah sakit itu cukup jauh, hal itu yang membuat aku dan keluarga sangat panik. ketika tiba di rumah sakit, ayah langsung di antar ke ruangan icu, dan keluarga tidak di perbolehkan masuk untuk sementara, karena ayah dalam pemeriksaan. aku menangis, ibu menangis, dan kakak punikut menangis tidak ada raut wajah yang tersenyum saat itu. ketika dokter keluar, ia mengatakan ayah terkena komplikasi dan keadaannya lemah. dengan cepat aku menghampirinya. aku membayangkan beliau yang gagah, tegas dan sangat tangguh, sekarang berbaring lemah di sebelahku. beliau mengatakan, " nak, tahukah kamu mengapa ayah selalu mengajarkan kamu belajar dan mengaji, itu karna ayah sangat sayang sama kamu dan supaya kamu menjadi seorang yang sukses dunia maupun akhirat, dan ayah bisa mengungkapkan dalam hati bahwa ayah berhasil mendidik anak". hati ini sangat terharu mendengarnya, baru kusadari bahwa itulah tujuan ayah. satu minggu menemani ayah di rumah sakit dengan ibu. dan ketika ayah sembuh, kadang aku menyuruh ayah untuk membimbingku dengan rotannya. namun ayah tidak mau, melainkan bukan rotan yang di pegangya namun ucapan-ucapannya yang selalu menemaniku.. terimakasih ayah, engkau mampu membimbingku hingga usiaku sat ini, engkau pahlawan yang sesungguhnya dalam hidupku dan dengan sekuat tenaga dan kemampuanku akan ku bahagiakan engkau kelak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline