Lihat ke Halaman Asli

Rumah di Dekat Jembatan Bunuh Diri

Diperbarui: 14 Desember 2015   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Rumah di Dekat Jembatan Bunuh Diri

Oleh AK Basuki

 

Sejak jadi pengangguran karena perusahaan tempatnya bekerja terpaksa merumahkan pekerja hampir setengahnya, Marsudi tiada lain dan tiada bukan jadi selalu melamun setiap hari. Melamunnya pun bukan melamun biasa, tapi dilakukannya dengan style. Dari awalnya hanya di depan rumah atau paling jauh di pos kamling, kini dia punya tempat favorit: jembatan dekat rumah. Jembatan yang menghubungkan sisi selatan dan utara sungai besar itu sudah dia telusuri dari pinggir terdekat dengan rumahnya sampai ke seberang dan sudah menemukan spot yang paling bagus, yakni di sepertiga bagian utara di mana ada bagian sedikit melengkung dari besi jembatan yang memberikan celah buatnya untuk menyelinap ke sisi luar jembatan dan duduk di beton pondasi yang menonjol. Selain cari inspirasi di sana, lama kelamaan seperti ada kedekatan yang intim antara dia dengan jembatan itu. Juga arus deras yang mengalir di bawahnya.

Betah berjam-jam dia duduk di sana setiap harinya. Spot itu pun seperti sudah diklaim menjadi miliknya hingga beberapa pemancing yang memang sering menggunakannya jadi merasa terganggu, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

“Dari jam berapa di situ, Di?” seorang pemancing bertanya ketika siang itu dia keduluan lagi oleh Marsudi. Jorannya diayun-ayunkan ke bawah, sehingga mata kailnya berkali-kali menyambar dekat kuping Marsudi.

“Baru aja, Lik. Baru sepuluh menit,” jawab Marsudi sambil klepas-klepus merokok. Secangkir kopi dan seplastik lagi sebagai cadangan terkemas dalam keresek belang-belang hitam-putih yang teronggok di depannya.

“Rencananya mau sampai jam berapa?” tanya pemancing itu lagi berharap pengertian dari Marsudi. Kali ini dia mengeluarkan jaring dan sengaja menebarkannya di tubuh Marsudi. Marsudi gelagapan.

“Nggak tahu, Lik. Nggak bawa jam,” dia menjawab sambil tangannya sibuk melepaskan jaring tersebut dari tubuhnya.

“Oo.. Kalau udah beres, Wa saja, ya!”

Kali ini essen minyak ikan campur kroto nemplok di punggung Marsudi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline