Lihat ke Halaman Asli

Susu #6 (Derita Tiada Akhir)..

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Juragan Mamar mendengus. Hidungnya yang besar dengan kedua lubangnya yang lebar itu tampak mengerikan, menambah angker sosoknya yang sedang marah kepada Anisa yang terduduk di hadapannya sambil mendekap dan mencoba menenangkan Sahroni yang menangis keras.

"Apa susahnya bilang iya?! Kau pikir semua tawaranku ini akan berlaku lama?!" katanya keras kepada Anisa.

Anisa gemetaran. Sahroni yang sudah hampir terdiam seperti mengetahui perasaan ibunya dan mulai menangis kembali, kali ini bertambah keras.

"Maaf, Juragan," katanya terbata-bata, "tawaran Juragan hampir tidak mungkin saya penuhi. suami saya baru saja meninggal, belum ada dua minggu, sekarang juragan datang dan tiba-tiba ingin menjadikan saya istri yang keempat, tentu saja saya terkejut. Jadi sepertinya saya tidak akan bisa terima. Maaf."

"Sombong sekali kau! Suamimu itu kalau tidak kutolong dulu, bakalan bawa kalian semua sekeluarga ikut mati kelaparan! Sekarang dia sudah mati, mau dengan apa kau hidupi anak-anakmu yang lima orang itu? Kalau kau jadi istriku yang keempat, anak-anakmu akan terjamin kehidupannya. Aris yang perutnya buncit seperti cacingan, Naim yang ingusan terus menerus, Iin yang kurus kering, Suri yang belum juga bisa berjalan, dan Sahroni yang masih bayi ini tidak akan jadi anak-anak yang penyakitan dan mereka akan bisa bersekolah sampai tinggi!" Anisa menunduk, masih menenangkan Sahroni yang terus menangis.

Inilah yang ditakutkannya. Seorang janda beranak lima yang masih muda dan cantik kinyis-kinyis seperti dia pasti lambat laun akan mendapatkan godaan dan dia sadar, godaan pertamanya telah tiba. Berat sekali bagi hatinya yang masih limbung dengan kematian suaminya.

"Mohon dengan sangat, Juragan, saat ini saya belum bisa berpikir apa-apa. Beberapa bulan lagi mungkin saya akan bisa berpikir jernih."

"Dan sebelum sampai beberapa bulan kemudian, kau akan kelaparan bersama anak-anakmu! Tidak mati saja sudah untung!"

Anisa terdiam lagi. Sahroni yang masih menangis keras itu benar-benar menambah kebingungannya. Refleks, dibukanya kancing bajunya yang teratas. Payudara bagian kanannya menyembul dan langsung dihunjamkannya ke mulut Sahroni yang terbuka. Bayi yang malang itu langsung terdiam, tapi adegan itu tertangkap mata juragan Mamar.

Betapa bagus, pikir juragan Mamar sambil menelan ludah. Pemandangan indah terpampang di depan matanya dan tiba-tiba kekecewaannya beralih menjadi napsu yang membakar akal sehatnya. Tanpa canggung direnggutnya paksa Sahroni yang malang itu dari dekapan ibunya. Anisa yang belum menyadari apa yang terjadi menjadi terkejut setengah mati ketika Sahroni dengan cepat telah berpindah ke tangan juragan Mamar.

Bayi yang kembali menangis meraung-raung karena direnggutkan paksa dari susu ibunya itu, diletakkan begitu saja dengan kasar ke dipan beralaskan tikar pandan yang ada di ruang tamu rumah itu. Kemudian, sebelum Anisa mampu berteriak, juragan Mamar telah menerkam dan menindih tubuhnya ke lantai. Anisa memberontak. Naluri kewanitaannya bereaksi cepat, secepat tangan juragan mamar yang mulai meraba-raba payudaranya yang masih setengah terbuka, lutut kanannya naik dan menyodok tepat ke tengah selangkangan juragan yang gelap mata itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline