Lihat ke Halaman Asli

Susu #3

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dhani memarkirkan becaknya di samping rumah. Dua penumpangnya, Aris dan Naim,anak-anaknya sendiri yang baru dijemputnya dari TK dan Madrasah Ibtidaiyah langsung meloncat dan berlari memasuki rumah. Belum sempat Dhani membuka sepatu bututnya untuk mencuci kakinya pada seember air yang selalu disiapkannya di teras rumah, kedua anaknya itu sudah berlarian keluar lagi.

"Hei!" teriaknya,"jangan langsung pergi main! Makan dulu!"

"Ibu nggak masak, Pak!" sahut Naim sambil berlari mengejar Aris di depannya dan mengelap ingusnya. Sekejap kemudian anak-anak lelakinya yang lincah itu telah lenyap dari pandangannya.

Ah, Dhani lupa. Tentu saja istrinya tidak masak, karena hari ini sama sekali dia belum mendapat uang sementara pendapatannya kemarin sudah diserahkannya tanpa bersisa kepada juragan Mamar, pemilik 100 armada becak di Cirebon untuk setoran hariannya.

Dhani menghela napas panjang. Disalahkannya nasibnya yang malang, ditendang dari pekerjaannya di sebuah agen travel dan perjalanan beberapa bulan sebelum istrinya melahirkan anak mereka yang kelima. Andai saja...ah, sudahlah. Dia tidak mau lagi berpanjang-panjang dalam pengandaian dan penyesalan. Hatinya justru jadi semakin nelangsa.

"Sudah pulang, Kang?" didengarnya suara Nisa, istrinya yang muncul dari dalam rumah sambil menggendong Sahroni, bayi mereka yang baru berusia 2 bulan.

"Ya," jawab Dhani singkat lalu mengambil Sahroni dari gendongan istrinya.

"Masih tidur," kata Nisa, "dia menyusu banyak sekali."

Dhani mengangguk. Satu yang bisa disyukurinya, bayi kecilnya tidak ikut merasakan kesusahan orang tuanya, karena ternyata apa yang ditakutkannya tidak terjadi. Keadaannya yang sangat sulit untuk sekedar membelikan susu yang tidak bermerk pun, ternyata tertolong oleh keadaan istrinya. Produksi susu Nisa sangat banyak kalau tidak bisa dikatakan berlebihan, bahkan kadang terbuang percuma karena mereka tidak mempunyai lemari es untuk menyimpan kelebihan itu.

"Syukurlah," kata Dhani.

"Tapi ini, Kang," kata Nisa sambil membuat gerakan menunjuk pakaian di bagian dadanya yang terlihat basah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline