Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Makan Gratis dalam Tradisi dan Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Diperbarui: 4 Juni 2024   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi makan gratis, sumber gambar: Dokpri Aris Heru Utomo

Berbicara tentang makan siang gratis seperti yang dijanjikan pasangan calon Presiden Prabowo Subianto dan calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat kampanye pemilihan Presiden/Wakil Presiden, saya teringat akan ungkapan "Tidak ada makan siang yang gratis" atau "No free lunch"?

Ungkapan "Tidak ada makan siang yang gratis" yang muncul sejak awal tahun 1800an merupakan ungkapan yang menggambarkan bahwa hal-hal yang tampak gratis selalu memiliki biaya yang harus dibayar oleh seseorang. Ungkapan ini untuk menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu pun dalam hidup yang benar-benar gratis.

Tapi apakah memang benar tidak ada sesuatu pun dalam hidup yang benar-benar gratis atau kalau disederhanakan apakah tidak ada makan siang yang benar-benar gratis?

Apabila kita melongok tradisi di sebagian besar daerah di Indonesia, maka kita akan mendapati bahwa ungkapan tidak ada makan siang gratis kurang tepat.

Apapun istilahnya, entah makan siang gratis atau makan gratis sehat, sesungguhnya pemberian makan gratis bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Makan gratis yang dikemas dalam berbagai istilah sudah menjadi tradisi dan kearifan lokal di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam tradisi masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya dikenal pemberian makan gratis dalam setiap acara keagamaan. Makanan gratis tersebut disebut dengan nama nasi berkat. Nasi berkat yang juga biasa disebut dengan nasi besek, merupakan satu paket makanan yang biasanya terdiri dari nasi dan lauk pauknya seperti sayur, urap, gorengan, daging ayam, tempe, tahu, air minum dan jajanan yang ditaruh di dalam besek.  Jika jaman dulu besek terbuat dari bambu, maka sekarang terbuat dari plastik.

Terkait nasi berkat ini, saya jadi teringat peristiwa saat masih kecil. Pada saat itu, seringkali saya menunggu kepulangan Ayah dari acara tahlilan yang diadakan tetangga agar bisa ikut menyantap nasi berkat yang dibawa Ayah.

Menurut sejarahnya, pemberian nasi berkat sendiri sudah ada sejak era Wali Songo, penyebar Islam di Nusantara.
 
Kata berkat sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Oleh karena itu, nasi berkat memiliki keberkahan atau barokah, yakni sesuatu yang baik ketika dibawa pulang dan dimakan.

Keberkahan selanjutnya, karena di dalam nasi berkat dibacakan doa, shalawat, dan ayat Al-Qur'an. Sehingga sesuatu yang dibacakan bacaan yang baik maka akan menjadi baik.

Selain nasi berkat, terdapat pula tradisi makan gratis yang dilakukan oleh masyarakat Jawa secara turun menurun untuk menyambut bulan suci Ramadan yang disebut munggahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline