Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Menjadikan Kehadiran Artis untuk Membuat Politik Indonesia "Agak Laen"

Diperbarui: 28 Februari 2024   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Kompas.com

Kehadiran artis di dunia politik Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Di masa Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, ada beberapa artis yang masuk ke Senayan, salah satunya adalah Rhoma Irama.

Raja dangdut ini memulai debut politiknya pada saat Pemilu 1977 dengan menjadi juru kampanye di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kehadiran Rhoma Irama dapat menarik perhatian masa untuk mendengarkan orasi dari PPP. Rhoma Irama mendukung PPP selama periode.

Pada periode selanjutnya Rhoma Irama absen dari politik selama dua periode dan kembali bergabung ke Golkar di Pemilu 1997. Di Golkar Rhoma Irama tidak hanya sebagai Juru Kampanye, tetapi juga terpilih sebagai anggota DPR mewakili utusan Golongan yakni mewakili seniman dan artis pada tahun 1993.

Sekarang ini, meski Rhoma Irama tidak ikut mencalonkan diri sebagai caleg pada Pemilu 2024, namun sosoknya sebagai seorang artis berpengaruh masih tampak. Tidak sedikit parpol yang berusaha menariknya menjadi anggota atau setidaknya menjadi pendulang suara pemilih seperti masa lalu. Mungkin karena sudah merasa tidak lagi muda, Rhoma Irama tampaknya menjauhi semua tawaran yang masuk dan malah memilih untuk mendirikan partai sendiri yaitu Partai Idaman, meski akhirnya tidak lolos verifikasi sebagai peserta pemilu.

Bahwa artis terjun ke dunia politik, sesungguhnya bukan hanya di ranah parlemen, di ranah pemerintahan pun banyak artis yang terjun menjadi kepala daerah, sebut saja Rano Karno yang pernah menjadi Gubernur Banten dan sekarang kembali ke DPR atau Sigit Purnomo atau Pasha Ungu yang sempat menjadi Walikota di Palu dan sekarang juga berjuang untuk kembali ke DPR lewat PAN.

Kehadiran artis atau selebritas memasuki dunia politik tentu saja bukan hal yang salah. Namun demikian, tentu saja ada kritik yang muncul terutama terkait bagaimana kehadiran mereka bisa memperburuk proses demokrasi, seperti tampak dari kehadiran artis bernama Aldi Taher Aldi yang diketahui terdaftar di dua partai, Perindo dan PBB.

Melarang artis seperti Aldi Taher terjun ke politik tentu saja bisa menjadi pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan malah menurunkan kesehatan demokrasi di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam menyoal kehadiran artis di bidang politik, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah yang terkait dengan kualifikasinya. Popularitas dan pengaruh seorang artis tidak selalu menjadi indikator yang baik untuk kompetensi kepemimpinan politik. Artis yang tidak memiliki kompetensi dan pengalaman politik dapat menjadi alasan untuk meragukan kemampuan artis dalam menghadapi tantangan politik yang kompleks.

"Tapi saat terpilih dan duduk di Senayan, artis kan dapat belajar politik. Kapan artis bisa belajar politik bila tidak diberi kesempatan duduk di sana," ujar seseorang.

"Benar, artis yang tidak berpengalaman bisa belajar politik di Senayan. Tapi harus diingat, tugas utama artis adalah bagaimana yang bersangkutan bisa terus meningkatkan kemampuannya di dunia hiburan dan menghibur dengan baik. Bukan malah nyambi sebagai politikus," jawab yang lain.

Jawaban terakhir ini pula yang memunculkan kekhawatiran bahwa kehadiran artis dalam politik berpotensi sebagai sambilan saja untuk memperkuat komersialisasi politik dan mengubahnya menjadi spektakel hiburan. Menggabungkan politik dengan hiburan atau kerap disebut politainment bisa mengalihkan perhatian dari isu-isu substansial dan meningkatkan penekanan pada citra dan gaya daripada visi dan kebijakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline