Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Serambi Biara dan Jejak Penggalian Pancasila

Diperbarui: 13 Desember 2020   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di depan Patung Soekarni di Serambi Soekarno/Foto Pribadi

Pagi, Jumat 11 Desember 2020, cuaca di kota Ende cukup sejuk karena semalam baru saja turun hujan. 

Di pagi yang sejuk itu aku menapaki perlahan demi perlahan anak-anak tangga menuju bangunan di atas bukit. Di pertengahan jalan menuju puncak telah menanti seorang pria berkemeja cerah dan senyum ramah tersungging di bibir.

"Selamat datang di Biara Santo Yosef, Ende. Perkenalkan saya Pater Henri Daros SVD, pimpinan Biara yang tergabung dalam Society Verbe Devine (SVD) atau Serikat Sabda Allah yang didirikan pada tahun 1913. Sejak didirikan pada jaman Belanda tersebut, Biara ini telah dihuni oleh para Pater dan Bruder yang bertugas melakukan pelayanan rohani umat Katholik dan pembangunan," sapa pria yang menyambut saya dan rombongan kami dengan ramah. Ia menyambut kami tanpa didampingi siapapun.

"Sengaja saya menyambut di pertengahan anak tangga menuju bukit ini, bukan di pintu utama di depan, agar kiranya bapak-bapak dapat membayangkan jejak langkah Soekarno muda menapaki anak-anak tangga di bukit ini menuju gedung utama Biara dan melewati lorong menuju serambi gedung yang sekarang dinamakan Serambi Soekarno.

"Di serambi ini Soekarno kerap berinteraksi dengan para Biarawan ataupun membaca buku-buku milik perpustakaan biara ataupun buku pribadi para Pater. Anak-anak tangga yang bapak-bapak injak ini masih asli dan tidak ada perubahan berarti. Di sinilah Soekarno muda atau Bung Karno berjalan setiap kali menuju gedung utama Biara," ujar Pater Henri kemudian

Anak tangga menuju Biara sebanyak 45 anak tangga /Foto pribadi

"Tahukah Bapak, kalau anak tangga yang kita injak sekarang ini jumlahnya 45 anak tangga? Angka yang identik dengan tahun kemerdekaan NKRI yaitu tahun 1945," tanya Pater Henri.

Ketika kami menggeleng, Pater Henri pun lantas menjelaskannya. 

"Bisa jadi hanya kebetulan semata. Tapi akan semakin mengherankan apabila kita kemudian mengetahui bahwa jarak lorong gedung dari ujung anak tangga menuju pintu serambi adalah 17 meter dan dari pintu serambi ke kantor pimpinan Biara pada saat itu, Pater Gerardus Huijtink, SVD, adalah 8 meter. Bukankah jika semua fakta tersebut digabungkan seperti merujuk pada tanggal kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945"

"Coincidence is a messenger sent by truth, saya lupa siapa nama penulis yang membuat kutipan tersebut, tapi saya yakin kutipan tersebut sangat cocok untuk menggambarkan kebetulan-kebetulan yang terdapat di biara ini dengan kemerdekaan Indonesia yang diperjuangkan dan diproklamasikan oleh Bung Karno," begitu penjelasan Pater Henri. (belakangan dari googling saya mengetahui bahwa kutipan tersebut berasal dari seorang penulis Inggris, Jacqueline Winspear)

"Saya melihat kebetulan-kebetulan ini seperti sebuah pesan yang dikirim oleh kebenaran. Pesan ini mengendap dalam alam pikiran bawah sadar yang kemudian menuntun pergerakan dari refleksi menuju aksi," ujar Pater Henri

"Pater, apakah hanya itu saja kebetulan-kebetulan yang terjadi sehingga dapat dikaitkan dengan kemerdekaan Indonesia?." tanyaku menyela penjelasan Pater Henri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline