Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Gile Lu Ndro

Diperbarui: 9 Oktober 2020   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

selipan.com

“Gile lu ndro,” begitu ucapan Kasino yang sering kita dengar dalam film-film Warkop DKI untuk meledek rekannya Indro. Pengucapan kata “Gile lu” dengan logat Jawa yang kental tersebut dapat diartikan sebagai “gila kamu”.

Mirip dengan kata “gile”, ada sebuah kata yang saat ini sedang tren dalam perbincangan yaitu “agile” (pengucapan Inggris: ejel). Banyak perusahaan atau lembaga yang menggunakan kata “agile” supaya tidak ketinggalan tren, termasuk di lingkungan RT saya.

Dalam suatu pertemuan RT,  kata “agile” muncul dan menjadi salah satu kata yang dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam draf catatan pertemuan.

“Pertemuan sepakat bahwa semua warga bertindak holistik, agile dan proaktif,” begitu kalimat yang muncul dalam salah satu butir usulan catatan pertemuan.

Ketika saya menanyakan tentang arti kata “agile”, si pengusul kata hanya tersenyum dan dengan lirih berujar “ehmm … apa ya?”

Jawaban lirih tersebut hanyalah salah satu contoh bagaimana bertebarannya penggunaan kosakata yang berasal dari bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari, baik lisan ataupun tertulis.

Sebenarnya tidak ada larangan untuk menggunakan kosakata asing, apalagi dalam bahasa ngeblog, namun sebaiknya kita mengetahui apa padanan kosakata tersebut dalam bahasa Indonesia agar tepat penggunaannya dalam komunikasi. Dengan mengetahui padanan katanya, kita juga mengidentifikasikan jari diri sebagai penutur asli bahasa Indonesia.

“Wah kamu kok malah reviu penggunaan kata asing seperti "agile",” tanya teman saya dalam sebuah obrolan di group Whatsapp.  

Reviu?, iya benar, teman saya menuliskan kata “reviu” bukan “review” dalam Bahasa Inggris.

“Ehm … teman saya ini mungkin tengah mempraktikkan penyerapan bahasa asing ke bahasa Indonesia, maklum dia sering berinteraksi dengan orang asing dan berkomunikasi dalam bahasa Inggris,” pikir saya sambil menghubungkan ke tulisan Ivan Lanin dalam bukunya “Recehan bahasa” (Penerbit Qatuita, Juli 2020) yaitu “Bahasa tidak muncul dari ketiadaan. Kata muncul dari interaksi sehari-hari antar manusia yang membentuk sebuah sistem komunikasi yang disepakati bersama. Inilah yang disebut bahasa”.

Ditambahkan pula oleh Ivan Lanin “Tak jarang, istilah-istilah yangt kita sepelekan menjadi salah satu tonggak perkembangan bahasa. Misalnya, kata segede gaban, alay dan ambyar memunculkan citra yang melambangkan sebuah generasi tertentu”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline