Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Kearifan Lokal Menyambut Lailatul Qadar

Diperbarui: 16 Mei 2020   04:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi nenek penjual pisang | tribunnews.com

Lailatul Qadar di bulan Ramadhan merupakan malam yang ditunggu-tunggu oleh seluruh ummat Muslim yang beriman karena kebaikannya melebihi 1.000 bulan. Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar (malam kemuliaan) adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadhan, yang dalam Al Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan, juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur'an secara keseluruhan dari lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah.

Kapan turunnya malam Lailatul Qadar sesungguhnya dirahasiakan oleh Allah dari umat manusia. Tidak ada yang tahu persis kapan turunnya malam Lailatu Qadar.

Bahkan Rasullulkah Muhammad SAW sendiri hanya menganjurkan agar kita mencari malam tersebut terutama pada malam 10 hari terakhir bulan Ramadan.

Malam tersebut memiliki tanda-tanda khusus. Rasulullah Muhammad menyebutkan, lailatulqadar ada pada setiap Ramadan (H.R. Abu Dawud) dan lebih rinci lagi melalui riwayat lain dari jalur Aisyah, menyatakan "Carilah Lailatulqadar itu pada tanggal ganjil dari 10 hari terakhir bulan Ramadan" (H.R. Bukhari).

Salah satu hikmah dari tidak dijelaskannya secara rinci tentang kapan Lailatul Qadar ini, adalah, umat Islam akan senantiasa tekun beribadah sepanjang Ramadan, tidak hanya terpaku pada malam atau hari tertentu saja. Jika waktu Lailatul Qadar sudah diberitahukan sejak awal, maka konsentrasi umat hanya pada malam yang dimaksudkan.

Karena sangat dirindukan oleh umat beriman, dalam beberapa tahun terakhir kita kerap melihat dalam sepuluh hari terakhir masjid dipenuhi jamaah yang melaksanakan I'tikaf, berdiam diri di dalam masjid untuk beribadah dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah (introspeksi) atas perbuatan-perbuatannya serta berharap memperoleh malam Lailatul Qadar, yang pada 2020 ini tidak bisa dilakukan karena pandemik Covid-19.

Namun sebelum kebiasaan I'tikaf mulai ramai dilakukan umat Muslim yang beriman, sesungguhnya di berbagai daerah sudah terdapat banyak tradisi masyarakat yang didasarkan pada kearifan lokal untuk menyambut "malam agung," yang tumbuh berkembang menjadi budaya keagamaan yang khas ke-Indonesia-an.

Misalnya saja di Jawa Timur terdapat tradisi selamatan "maleman" pada setiap malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Selamatan ini dibarengi dengan tradisi "ronda obor", di mana anak-anak remaja mengelilingi desanya dengan masing-masing membawa obor keliling kampung, yang filosofinya adalah seakan-akan kampung mendapat cahaya kebenaran di malam Lailatul Qadar itu.

Di Maluku terdapat tradisi "malam tujuh likur" yang dirayakan bersama dengan tradisi "tupat jiwa" dimana setiap keluarga membawa ketupat sejumlah anggota keluarga ke Masjid pada malam yang ditentukan (27 Ramadhan).

Di masjid, sebelum dibagikan kepada para fakir miskin, jumlah ketupat yang diserahkan dihitung sehingga dapat diketahui totalnya dan dapat dijadikan data untuk mengetahui pertumbuhan jumlah penduduk desa pada tahun itu. Jadi selain menanti malam Lailatu Qadar, tradisi "tupat jiwa" ini juga berfungsi sebagai sensus tradisional penduduk tahunan di desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline