Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Pancasila dalam Segelas Kopi

Diperbarui: 12 Maret 2020   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

"Belum melek kalau belum ngopi. Gaes kita sering ngomong kayak begitu, tapi tahukan bahwa hari ini, 11 Maret 2020 adalah Hari Kopi Nasional?" begitu status seorang teman di akun media sosialnya kemarin sore.

Sebagai penyuka kopi, setelah membaca status tersebut saya pun lantas berupaya menelusuri riwayat Hari Kopi Nasional (HKN) di Indonesia, yang ternyata jatuh pada 11 Maret dan pertama kali dirayakan pada 11 Maret 2018.

Hari Kopi sendiri adalah perayaan tahunan yang dirayakan pada tanggal yang berbeda-beda di setiap negara untuk merayakan kenikmatan minuman kopi, sekaligus meningkatkan kepedulian terhadap petani kopi.

Secara internasional, Hari Kopi pertama kali diperingati pada tanggal 1 Oktober 2015 oleh Organisasi Kopi Internasional di Milan. Pada Hari Kopi, mereka berkampanye tentang perdagangan kopi yang adil serta kesejahteraan para petani kopi.

Saat ini, berbagai bisnis di seluruh dunia menawarkan kopi secara gratis ataupun harga yang murah terutama kepada pelanggan loyal, hingga tawaran menarik mengenai kopi melalui jejaring sosial.

Terinspirasi Hari Kopi Internasional dan dalam upaya memasyarakatkan gerakan meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi nusantara, serta mempromosikan peningkatan konsumsi kopi nusantara, maka Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) pada 2018 mengusulkan tanggal 11 Maret sebagai HKN. Tanggal terserbut dipilih sebagai penanda bangkitnya kopi Indonesia.

Upaya tersebut di atas sejauh ini terlihat menampakkan hasilnya. Tumbuh gairah di masyarakat untuk mengonsumsi kopi lokal seperti tampak dari merebaknya caf, kedai atau warung kopi di kota-kota besar dengan berbagai varian jenis dan karakteristik cita rasa yang khas.

Merebaknya kedai-kedai kopi tersebut tentunya diharapkan dapat mendongkrak kopi-kopi lokal dari rakyat dan mendekatkan rakyat dengan produk kopi Nusantara sendiri yang notabene hingga sekarang hanya dijual di pasar internasional.

Beragam kopi yang disajikan di kedai-kedai kopi tersebut mulai dari kopi Gayo, Rejang Lebong, Lampung, Bogor, Gunung Puntang Bandung, Garut, Osing Banyuwangi, hingga kopi Papua, sebenarnya menunjukkan jenis, keunikan dan sensitifitas kopi Indonesia yang tidak terlepas dari beragam faktor yang mempengaruhi tanamannya, buahnya hingga proses penanganan pasca panennya.

Meski beragam, kopi tidak pernah memilih peminumnya. Kopi Gayo bukan hanya diminum atau disruput orang Aceh saja. Begitupun kopi Gunung Puntang Bandung, bukan cuma orang Sunda saja yang boleh menyesapnya. Kopi tidak mengenal ras, suku atau agama. Peminum kopi bisa orang Betawi, Sunda, Batak, Tionghoa, Islam, Kristen dan sebagainya. Semua peminum kopi bisa berkumpul bersama, berkumpul menikmati secangkir kopi dan berbincang

Mengingat kopi tidak mengenal ras, suku atau agama maka kopi bisa menjadi salah satu media yang dapat menyatukan bangsa Indonesia. Kopi bisa memainkan peran penting dalam membangun semangat kebangsaan berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline