Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Menjawab Tantangan Tiongkok di Natuna

Diperbarui: 6 Januari 2020   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kapal menangkap ikan di laut lepas. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Pasca pelanggaran atas zona ekonomi eksklusif atau ZEE Indonesia di perairan utara Natuna yang dilakukan kapal penjaga pantai (coast guard) Tiongkok sejak 10 Desember 2019, Pemerintah Indonesia, lewat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah memanggil Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Xiao Qian, untuk melayangkan nota protes keras terhadap Pemerintah Tiongkok atas pelanggaran yang dilakukan.

"Kemlu mengonfirmasi terjadinya pelanggaran ZEE Indonesia, termasuk kegiatan IUU fishing, dan pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard RRT di perairan Natuna. 

"Kemlu telah memanggil Dubes Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," demikian pernyataan Menlu RI Retno Marsudi terkait isu di Natuna pada Senin (30/12/2019).

Menlu RI menambahkan bahwa ZEE Indonesia sudah ditetapkan berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982.

Ditambahkan pula oleh Menlu RI bahwa sebagai salah satu party dari UNCLOS 1982, Tiongkok memiliki kewajiban untuk menghormati UNCLOS 1982.

Selanjutnya Menlu RI juga menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui hukum internasional.

peta wilayah di sekitar Laut Tiongkok Selatan | jurnalmaritim.com

Menyikapi protes Pemerintah Indonesia, pada 2 Januari 2020 Pemerintah Tiongkok melalui Juru bicara Kemlu Geng Shuang memberikan tanggapan dengan menyatakan, "Saya ingin menegaskan bahwa posisi dan dalil-dalil Tiongkok mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS. Jadi apakah pihak Indonesia menerima atau tidak, itu tak akan mengubah fakta objektif bahwa Tiongkok punya hak dan kepentingan di perairan terkait (relevant waters). 

"Yang disebut sebagai keputusan arbitrase Laut Tiongkok Selatan itu ilegal dan tidak berkekuatan hukum, dan kami telah lama menjelaskan bahwa Tiongkok tidak menerima atau mengakui itu."

Sebagaimana diketahui, meskipun memiliki wilayah laut yang berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan yaitu Laut Natuna Utara, Indonesia sebenarnya bukan negara yang memiliki klaim (claimant) atas Laut Tiongkok Selatan.

Karenanya, berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya yaitu Filipina, Vietnam. Brunei Darussalam, Malaysia dan Kamboja, Indonesia justru tidak memiliki klaim wilayah tumpang tindih dengan Tiongkok.

Konflik muncul ketika pada 2016 sejumlah kapal nelayan yang dikawal kapal penjaga pantai Tiongkok memasuki perairan utara Natuna dengan berdasarkan peta wilayah Tiongkok tahun 1947 yang memuat "sembilan garis putus-putus (nine dash line)."  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline