Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

"Pelobi Nyawa" Kisah Para Diplomat Tangguh Indonesia

Diperbarui: 27 Desember 2018   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Screen shoot Mata Najwa 26 Desember 2018

Ada yang menarik saat menyaksikan tayangan Mata Najwa di salah satu TV swasta pada 26 Desember 2018 jam 20.00. Pada tayangan Mata Najwa dengan judul "Pelobi Nyawa,"Najwa Shihab sebagai host acara memperlihatkan tugas-tugas diplomat yang tidak dibayangkan orang pada umumnya.

Umumnya orang membayangkan diplomat adalah suatu profesi yang kerjanya jalan-jalan ke luar negeri, menghadiri sidang-sidang internasional di ruang yang ber-AC dan melakukan lobi-lobi dengan mengenakan jas dan dasi yang mahal, pintar bermain kata dengan bahasa diplomatis, terikat dengan aturan-aturan protokol, dan makan makanan enak beralkohol dan berkolesterol.

Pada tayangan Mata Najwa malam itu, publik justru diperlihatkan bagaimana para diplomat mesti berjibaku untuk menyelamatkan nyawa WNI yang terancam oleh hukuman mati, berada di daerah konflik atau mengalami penyanderaan yang kejam. Dalam pelaksanaan tugas melindungi dan menyelamatkan WNI, tidak jarang para diplomat mesti bertaruh nyawa.

"Ketika kami akan memasuki Yaman lewat kota Al Tuwal di Arab Saudi, petugas imigrasi Arab Saudi heran. Ketika banyak orang justru berusaha meninggalkan Yaman, para diplomat Indonesia kok malah ingin masuk Yaman', ujar Sapto Anggoro, mantan Ketua Tim Percepatan Evakuasi di Yaman 2015,  menceritakan pengalamannya saat memasuki Yaman untuk mengevakuasi WNI yang berada disana. Saat itu Yaman sedang mengalami konflik hebat akibat perang.

"Misi kita adalah kemanusiaan untuk membawa WNI yang masih ada di Yaman," jawab Sapto menanggapi keheranan petugas imigrasi Arab Saudi tersebut.

Sempat tertahan karena isu rompi, Sapto dan tim pun kemudian berhasil masuk ke wilayah konflik di Yaman. Bekerjasama dengan para mahasiswa disana, Sapto dan anggota timnya lantas menjalankan misinya mengumpulkan WNI yang ada disana dan menampungnya di suatu tempat yang aman, sebelum para WNI dikeluarkan dari Yaman dan diterbangkan ke Indonesia.

Pengalaman berbeda dialami Diah Asmarani dan Mahkya Suminar, dua orang diplomat wanita Indonesia yang pernah bertugas di Ankara, Turki dan Damaskus, Suriah. Keduanya menceritakan pengalamannya antara lain mengamankan TKW yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang atau karena kabur dari majikan. 

Agar misinya melindungi WNI berjalan lancar, kedua diplomat wanita tersebut harus bisa melobi berbagai pihak dimana mereka ditugaskan seperti  kepolisian, imigrasi, majikan si TKW ataupun agen pengerah tenaga kerja. 

Permasalahan yang harus diselesaikan tidak semudah yang dibayangkan karena kondisi dan aturan yang berbeda antara Suriah dan Turki.

Pengalaman lain lagi dikisahkan Joshi Iskandar yang pernah bertugas di Nairobi, Kenya. Pada saat itu ia harus menyelamatkan WNI yang disandera di kapal Nahman 3. Dengan penuh kesabaran dan menerapkan strategi yang hati-hati dan terukur akhirnya WNI yang disandera selama empat tahun dapat dibebaskan dengan selamat tanpa membayar uang tebusan.

Yoshi bercerita bahwa ia harus sangat berhati-hati dalam berunding dengan penculik dan pemberontak agar WNI yang disandera tidak dihukum mati atau disiksa oleh para penculik. Pengalaman negara lain yang kurang berhati-hati dalam perundingan dan mengkibatkan para sandera dihukum mati, menjadi pembelajaran yang berharga agar tidak terulang saat melakukan perundingan dengan penyandera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline