Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Ketika Mereka yang Termarjinalkan Bergembira lewat Sepak Bola

Diperbarui: 18 November 2018   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto bersama tim.Indonesia di Zocalo, centrumnya MexiCo Citu /photo dok/pri

Kejuaraan piala dunia sepak bola jalanan (street football) atau Homeless World Cup (HWC) tahunan digelar di Mexico City pada 13-18 November 2018.

Ini adalah untuk kedua kalinya Meksiko menjadi tuan rumah sepak bola bagi tuna wisma dan orang-orang yang termarjinalkan, setelah penyelenggaraan pada tahun 2012. HWC tahun ini diikuti oleh 42 negara untuk kategori tim pria/campuran dan 16 negara untuk kategori tim wanita.

Jika memperhatikan terminologi homeless atau tuna wisma, jangan mengira jika peserta HWC hanya berasal dari negara-negara berkembang atau terbelakang dimana banyak warganya yang tuna wisma. Karena peserta yang hadir ternyata juga berasal dari negara-negara maju seperti AS, Perancis, Inggris, Jerman, Swedia, Finlandia, bahkan Swiss.

Hal tersebut menunjukkan bahwa di negara-negara maju pun tuna wisma masih ada. Bahkan dengan diperluasnya kriteria peserta yang mencakup mantan pecandu narkoba maka jumlah negara peserta pun tidak terbatas pada negara-negara yang masih memiliki tuna wisma dan marjinal.

Bagi Indonesia, keikutsertaan dalam kejuaraan dunia kali ini adalah untuk yang ke delapan kalinya.  Tim Indonesia untuk HWC 2018 di Meksiko turun di kategori tim pria/campuran dan terdiri dari delapan pemain yang didampingi seorang manajer dan pelatih.

Kedelapan pemain merupakan hasil seleksi yang diikuti 70 peserta dari sejumlah provinsi, yaitu Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali. Mereka adalah  Rizal Ferdian Somawijaya, Eva Dewi Rahmadiani, Moh Fajar Priatna, Dego Z.A, Samsul Rizal, Adam Riyaldi, Yandi Abdul Rajab dan Miftah Ul Maarif.

Delapan pemain ini berasal dari organisasi dan LSM mitra Rumah Cemara dalam program pengembangan olahraga untuk perubahan sosial. Dari delapan pemain, Eva Dewi asal Bandung merupakan satu-satunua perempuan, mantan pengguna narkoba dan diketahui sebagai penderita AIDS/HIV.

Ditemui di sela-sela kejuaraan, manajer Tim Indonesia Yana Suryana mengatakan bahwa para  pemain dipilih karena motivasi individu  untuk menggunakan kesempatan ini sebagai salah satu cara dalam membuat perubahan dalam kehidupan individualnya. 

Ditambahkan oleh Yana bahwa untuk pertama kalinya, tim Indonesia melibatkan pemain perempuan dalam tim dan berkompetisi dalam kategori pria/campuran. Menurut Yana, keterlibatan perempuan dalam olahraga menjadi salah satu program Rumah Cemara untuk memberikan kesempatan sama bagi siapapun untuk terlibat, tanpa memandang jenis kelamin dan latar belakang apapun.

Hingga sehari menjelang penutupan tanggal 18 November 2018, prestasi tim Indonesia cukup menggembirakan karena berhasil masuk babak final perebutan Piala Carlos Slim Foundation (piala yang diperebutkan oleh tim yang menduduki urutan 9-16). 

Indonesia  belum berhasil masuk ke babak perebutan piala utama ( Piala HWC) karena pada babak kualifikasi di group B menduduki urutan ke-3 di bawah Brasil dan Afrika Selatan. Dengan urutan tersebut, Indonesia betada di luar delapan besar.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline