Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Agus Harimurti dan Kemajuan Demokrasi Indonesia

Diperbarui: 27 September 2016   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk memilih calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 baru saja dimulai. Hingga batas akhir pendaftaran calon yang ditutup pada tanggal 24 September 2016, terdapat 3 (tiga) pasangan yang mendaftar yaitu Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat (dicalonkan oleh Partai Golkar, Nasdem, hanura dan PDI-P), Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (Partai Demokrat, PAN, PPP, PKB), dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Partai Gerindra dan PKS).

Dari ketiga pasangan tersebut, munculnya nama Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon gubernur jelas yang paling mengejutkan dan banyak menyedot perhatian masyarakat luas. Mengejutkan, karena Agus yang selama ini dikenal sebagai perwira militer yang berprestasi dan digadang-gadang sebagai pemimpin TNI di masa depan, tiba-tiba mengajukan pensiun dini agar dapat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Agus adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 2000 peraih pedang Tri Sakti Wiratama dan Adhi Makayasa. Sebelum pangkat dan jabatan terakhir sebagai Mayor dan  Komandan Batalyon Infantri Mekanis 203/Arya Kemuning, Tangerang, Agus pernah menjalankan penugasan bergengsi di ketentaraan mulai dari operasi kemanusiaan di Aceh hingga penjaga perdamaian internasional di Lebanon. Bukan hanya berprestasi di dunia militer, Agus juga tercatat memiliki prestasi moncer di dunia akademis dengan menyabet gelar Master dari 3 perguruan tinggi terkemuka yaitu Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technology University dan Universitas Harvard.

Bukan hanya masyarakat yang terkejut, para pengamat dan pengguna sosial media pun seperti tidak yakin dengan keputusan Agus untuk mundur dari militer. Mereka pun ramai-ramai dan dengan riang gembira menyayangkan keputusan Agus sembari menuding keputusan tersebut sebagai buah tangan  dari  ambisi politik sang ayah, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga Presiden ke-6 RI. Demi membangun dinasti politik, SBY tega memenggal karir militer Agus yang cemerlang. Bukan hanya itu, sebagian pengamat, bahkan mencibir keputusan Agus sebagai pencalonan anak ingusan yang tidak pantas ikut persaingan pilkada.

Berbeda dengan pandangan pengamat dan pengguna sosial media pada umumnya, saya justru melihatnya dari sisi yang lain. Saya tidak akan ikut-ikutan menyayangkan, apalagi mencibir, keputusan Agus untuk mundur dari militer dan ikut pilkada DKI Jakarta. Saya melihat bahwa keputusan Agus untuk masuk cepat-cepat berkarir di politik sebenarnya sudah dipersiapkan, hanya saja tidak diungkap ke publik. 

Alasannya jelas, sebagai seorang tentara yang telah dibekali dengan kemampuan militer dan akademis yang dapat dikatakan lengkap, apalagi didukung oleh sang ayah sebagai mentor politik, keputusan yang diambil Agus pastinya diambil setelah mempertimbangkan berbagai rencana kebijakan dan tindakan yang akan diambil dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Ada rencana A, B, dan C (dan mungkin lebih) yang dipersiapkan pasca pilkada DKI Jakarta, baik terpilih atau tidak terpilih jadi gubernur.

Keberanian Agus untuk masuk dunia politik dan melepaskan kenyamanan berkarir di militer yang seperti berada di jalan tol, memang dapat dikatakan sebagai sebuah pertaruhan yang berani karena tidak ada jaminan terpilih sebagai gubernur. Keputusan ini mirip keputusan seorang CEO atau pegawai perusahaan yang memutuskan untuk pensiun dini agar bisa membangun dan menjalankan suatu usaha secara mandiri (wirausaha). Ketika mundur sebagai CEO atau pegawai suatu perusahaan, tidak akan ada jaminan bahwa usaha mandiri yang dikelolanya akan sukses dan sesuai yang diharapkan.

Perkiraan saya, Agus pasti sudah memperhitungkan kemungkinan jenjang karirnya di militer hingga menjadi seorang perwira tinggi (brigadir jenderal hingga jenderal). Dengan pangkat mayor yang baru dijabat pada sekitar tahun 2013, diperlukan waktu paling cepat 10 tahun untuk menjadi seorang brigadir jenderal (dengan asumsi kenaikan pangkat ke letnan kolonel dan kolonel lancar jaya dan setiap jenjang kepangkatan hanya 4 tahun).

Padahal, memperhatikan kondisi saat ini dimana di TNI diperkirakan terdapat surplus perwira menengah berpangkat letnan kolonel dan kolonel, sebagian besar dari mereka belum mendapatkan jabatan yang tepat dan mempertimbangkan asas senioritas di TNI serta dukungan politik, maka kemungkinan untuk mencapai tahapan pertama sebagai seorang Jenderal diperlukan waktu lebih dari 10 tahun. Jika hal ini terjadi maka kemungkinan besar Agus baru akan menjadi Brigadir Jenderal setelah berusia sekitar 50 tahun (sekarang usia Agus 38 tahun).

Jika lancar jaya, Agus kemungkinan bisa menjadi Jenderal seperti pamannya yang menjadi Kepala Staf TNI-AD. Namun jika ada hal lain, maka kemungkinan pangkat tertinggi yang dapat diraih adalah Mayor Jenderal atau Letnan Jenderal seperti ayahnya. Setelah itu Agus pensiun pada usia 58 tahun dan bergabung ke partai-partai politik seperti yang lazim dilakukan para pensiun perwira tinggi saat ini. Suatu hal yang sepertinya tidak diinginkan bagi seorang Agus.

Masuk dunia politik pada usia 58 tahun, lagi-lagi seperti pamannya, bagi Agus jelas sudah sangat terlambat, apalagi jika ia memang benar-benar bercita-cita menjadi pemimpin negara. Untuk itu Agus perlu percepatan yang luar biasa agar bisa meraih cita-cita sebagai seorang pemimpin negara, bukan sekedar seorang pemimpin militer. Dan percepatan ini hanya dapat dilakukan lewat jalur politik dimana politik itu adalah seni kemungkinan. Dan momentum percepatan itu bisa terjadi saat pilkada Gubernur DKI Jakarta kali ini. Dan karena kesempatan tidak datang dua kali, makanya Agus mengambil kesempatan saat ini sesuai prinsip yang dipercayainya “Think big, do small, do now”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline