[caption caption="Danau kelimutu"][/caption]Indonesia merupakan negeri yang banyak memiliki kawasan wisata alam yang sangat indah dan tersebar di seluruh provinsi, salah satunya adalah danau tiga warna di puncak Gunung Kelimutu. Danau yang juga dikenal sebagai Danau Kelimutu ini terletak di Pulau Flores, tepatnya di Desa Perno, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Secara teknis, tempat yang disebut sebagai danau tiga warna ini merupakan tiga buah kawah yang menyerupai danau dimana pada masing-masing kawah terkandung cairan lava gunung yang berbeda-beda warnanya, seperti merah, hijau dan putih. Kombinasi tiga warna lava gunung menjadi perpaduan sempurna yang memunculkan fenomena dan keindahan luar biasa yang hanya bisa dijumpai di Indonesia, khususnya Pulau Flores. Karenanya berkunjung ke Pulau Flores, khususnya Kabupaten Ende, tanpa pernah mendaki Gunung Kelimutu dan menatap langsung keindahan danau tiga warna, sama saja belum berkunjung ke Flores. begitu dikemukakan salah seorang peserta tour.
Kelimutu sendiri merupakan gabungan kata dari "keli" yang berarti gunung dan kata "mutu" yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada Danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.
Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna- warna yang ada di dalam danau. Danau berwarna biru atau "Tiwu Nuwa Muri Koo Fai" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau "Tiwu Ata Polo" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau "Tiwu Ata Mbupu" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal
Indahnya pemandangan danau tiga warna tentu saja membuat banyak orang penasaran untuk dapat melihat fenomena danau tiga warna secara langsung. Setelah lama menanti dan hanya bisa menatap keindahan Danau Kelimutu melalui media cetak, televisi dan internet, maka pada 6 Mei 2016 saya beserta rekan-rekan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) angkatan 1985 (Garis 85) berkesempatan menyaksikan langsung keindahan Danau Kelimutu melalui “Tour Garis 85 Goes To Flores” kerjasa Wuamesu Indonesia, organisasi masyarakat Ende di Jakarta, dengan Garis 85 yang diikuti oleh sekitar 72 orang peserta.
Sesuai program kegiatan, awalnya rencana untuk mendaki Gunung Kelimutu akan dilakukan pada sore hari 5 Mei 2016. Namun karena hujan deras sejak siang hingga petang, rencana pendakian pun diubah menjadi pagi hari dan malamnya beristirahat terlebih dahulu di homestay di Desa Moni, desa terdekat menuju lokasi pendakian. Jarak dari desa Moni sampai kawasan danau tiga warna yang ada dipuncak gunung Danau Kelimutu adalah sekitar 13 km.
Di Desa Moni ini kami mengakhiri hari dengan makan malam bersama Camat Kelimutu dan menyaksikan tari dan lagu tradisional masyarakat Ende binaan Pak Camat. Setelah itu, udara dingin Moni mengantar mimpi kami menggapai puncak Gunung kelimutu esok hari.
Saat pagi yang direncanakan tiba, sekitar pukul 05.00 pagi rombongan bergegas meninggal Desa Moni. Pagi ini rintik hujan mengiringi perjalanan ke Gunung Kelimutu yang jalannya terlihat licin dan basah. 30 menit berkendaraan, kami tiba di area parkir, tempat terakhir kendaraan. Seolah menyambut kedatangan rombongan kami, rintik hujan berhenti saat kami tiba di pelataran parkir. Seolah tak sabar, anggota rombongan pun bergegas turun dan menyebar di kawasan parkir sambil mempersiapkan pendakian. Sebagian mencari toilet, sebagian lagi mencari kopi dan sarapan pagi di kantin.
Setelah semua anggota rombongan lengkap dan segala urusan sarapan dan toilet selesai, rombongan mulai melakukan pendakian menyusuri jalan setapak sejauh 1.5 km menuju puncak Gunung Kelimutu yang berketinggian 1.640 meter di atas permukaan laut.
Trek awal dimulai dengan melintasi jalan setapak berupa anak-anak tangga yang landai dari paving block yang cukup terjaga rapi dan bersih dengan rerimbunan hutan pinus di kiri kanan jalan.
Lepas dari hutan pinus, pemandangan sudah mulai terbuka. Di depan mulai nampak permukaan kawah dengan batu cadasnya yang mempesona. Sebagian jalan masih beralaskan tanah yang membuat suasana tetap terasa alami dan sebagian menggunakan paving block yang disusun rapih.