[caption id="attachment_214112" align="aligncenter" width="438" caption="Pemandangan pukul 07.00 terlihat masih gelap / foto oleh Aris Heru Utomo"][/caption]
Sebelum membaca tulisan ini, saya ingin sampaikan bahwa tulisan ini bukan mengenai kiamat seperti yang diramalkan orang. Tulisan ini cuma cerita ringan saja tentang suasana di Beijing hari ini (12 Desember 2012), di tengah siraman salju dan mendung yang menggelayut sepanjang hari. Kalau anda ingin tahu dimana letak kiamatnya, silahkan dilanjutkan membaca tulisan ini.
Waktu masih menunjukkan pukul 07.00 pagi ketika kendaraan yang saya tumpangi meluncur menyusuri ring road 3 menuju gedung China International Trade Center. Meski sudah menunjukkan pukul 7 pagi, pemandangan masih terlihat sangat gelap karena matahari enggan menampakkan sinarnya.
Saya segera memotret pemandangan yang gelap di pagi hari dengan telepon genggam dan mengirimkannya ke group BBM teman-teman saya di Indonesia. Tidak berapa lama muncul komentar dari seorang teman “hati-hati, hari ini kan tanggal 12 Desember 2012 atau 121212, mungkin kegelapan tersebut merupakan tanda-tanda kiamat seperti yang diramalkan suku Maya”.
Saya cuma tersenyum membaca komentar teman-teman saya di group BBM tersebut. Saya tersenyum karena tahu teman saya tersebut tidak pernah tinggal di negara yang memiliki empat musim, dimana pada musim dingin matahari muncul lebih lambat dari biasanya (sekitar jam 7-8 pagi) dan tenggelam lebih cepat (sekitar jam 4-5 sore).
Dan senyum saya semakin melebar ketika membaca berita di sebuah situs berita online dengan judul “Takut Kiamat, Warga China Panik Borong Keperluan Bertahan Hidup”. Menurut berita tersebut, gara-gara suku Maya memprediksi dunia punya tanggal kadaluarsa di bulan Desember 2012, banyak orang percaya hari kiamat jatuh di bulan Desember 2012, termasuk masyarakat China.
Sambil menikmati kepadatan lalu lintas Beijing di pagi hari (ini mungkin salah satu bukti kalau orang China rajin bangun pagi dan giat bekerja), saya lihat sekeliling untuk membuktikan apakah ada kepanikan seperti yang diberitakan situs berita online tersebut.
Ternyata kehidupan di Beijing berjalan normal seperti biasa. Lalu lintas tetap padat seperti hari-hari kemarin, orang-orang berkumpul di halte menunggu bus datang, anak-anak sekolah terlihat bergegas ke sekolah dengan bus jemputan, dan beragam kegiatan lainnya. Ketika melewati suatu hypermarket, tidak terlihat adanya tanda-tanda antrian orang berbelanja (gila aja pagi-pagi antri di tengah cuaca dingin membeku dan minus 2 derajat).
Sedikit kepanikan justru terjadi ketika saya selesai menghadiri acara di China International Trade Center sekitar pukul 09.30 pagi. Kepanikan terjadi karena adanya kemacetan lalu lintas di hampir semua ruas jalan akibat salju turun dengan derasnya. Para pengemudipun melambatkan kendaraannya, takut tergelincir saat jalanan licin.
Menggunakan jalan alternatif menghindari kemacetan karena turunnya salju / foto oleh Aris Heru Utomo
Menghindari kemacetan, pengemudi kendaraan yang saya tumpangi mengambil jalan alternatif yang diperkirakan jarang dilewati kendaraan. Alhamdullilah pilihan rutenya tepat dan saya pun bisa cepat kembali ke kantor tanpa harus terjebak macet. Di tengah hujan salju dan cuaca minus dibawah nol derajat, terjebak kemacetan selama berjam-jam di dalam kendaraan bisa menjadi kiamat tersendiri di Beijing, kiamat 121212.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H