Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Parc Cinquantenaire, Taman Kota Brussels

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kebetulan suatu saat anda berkesempatan mampir ke Brussel, anda pasti dengan mudah menemukan taman atau hutan kota di kota ini. Hal ini tidak mengherankan karena sebanyak 15% luas wilayah Brussel memang diperuntukkan bagi taman dan hutan kota, sehingga menjadikan kota ini sebagai kota terhijau di Eropa.

Banyak kegiatan dilakukan anggota masyarakat di taman-taman yang disediakan untuk publik, mulai dari sekedar duduk-duduk menghirup udara segar hingga kegiatan olah raga. Di akhir pekan atau saat musim panas, jumlah anggota masyarakat yang berkumpul di taman akan semakin banyak, terutama untuk berjemur. Satu hal yang menarik adalah, meski banyak anggota masyarakat yang berkumpul di taman, tidak ada pedagang kaki lima yang mangkal apalagi berseliweran. Sehingga mereka yang yang sedang santai di taman tidak akan terganggu. Dari sekian banyak taman di kota Brussel, salah satu taman yang sering saya kunjungi  ketika tinggal di Brussel adalah Parc Cinquantenaire (dalam bahasa Perancis) atau Jubelpark (dalam bahasa Belanda). Taman ini letaknya persis di pusat kota dan tidak jauh dari jantung kegiatan Uni Eropa.  Taman ini dibangun pada tahun 1880 guna memperingati 50 tahun kemerdekaan Belgia. Selain hamparan rumput hijau dan pohon penyejuk yang tertata rapih, di taman ini terdapat sebuah monumen yang di puncaknya terdapat patung perunggu seorang satria  sedang mengibarkan bendera di atas kereta yang ditarik 4 ekor kuda. Di kedua sisi monumen ini, terdapat 2 bangunan utama yang dipergunakan sebagai museum. Di sisi kiri adalah Museum Sejarah Militer dan Tentara Kerajaan Belgia. Di museum ini dapat dilihat perkembangan sejarah tentara Belgia dan perlengkapan yang dipergunakan sejak masa revolusi kemerdekaan, kolonialisme Belgia di Afrika dan Timur Tengah, hingga jaman modern, termasuk pesawat-pesawat terbang sesungguhnya seperti Hercules, Mirage dan F-14.

Sementara di gedung sebelah kanan terdapat Museum Seni dan Sejarah yang memajang antara lain peninggalan arkeologi, seni Eropa, instrumen musik hingga peradaban di berbagai kawasan dunia seperti Amerika, Asia Tenggara, India, Islam, mesir dan sebagainya. Khusus pada bagian Asia Tenggara kita dapat menemukan keragaman koleksi asal Indonesia, seperti patung dari daerah Batak, Jawa, dan Nias. Terdapat pula kain batik dan tenun ikat, lukisan dari Bali dan seperangkat gamelan. Masih di sisi gedung sebelah kanan, terdapat sebuah Museum Mobil yang menampilkan mobil-mobil kuno seperti Ford tahun 1911 hingga Mercedes-Benz 300 SL, "Gull-Wing", 1955. Berbeda dengan museum militer dan sejarah yang tidak dipungut biaya masuk, pada museum mobil, pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar 6 euro (dewasa) dan 3 euro (anak-anak). [caption id="attachment_203096" align="alignleft" width="300" caption="Mantan Mentan Anton Apriantono mampir ke Parc Cinquantenaire ketika ke Brussels"][/caption]

Dengan berbagai objek yang tersedia seperti tersebut di atas, Parc Cinquantanaire saat ini merupakan salah satu objek wisata  yang ramai dikunjungi wisatawan. Pemerintah kota Brussel bahkan memasukkan Parc Cinquantanaire dalam rute bus wisata Hoff On Hoff on, sehingga wisatawan yang ingin melakukan one day tour di Brussel tidak melewati kunjungan ke tempat ini. Sementara masyarakat umum warga Belgia sendiri pun dapat menikmati keteduhan pepohonan dan semilir angin ataupun melakukan aktifitas olah raga.

[caption id="attachment_203086" align="alignright" width="300" caption="Bersantai bersama keluarga"][/caption]

Suatu aktifitas keseharian, setidaknya di akhir pekan, yang kini menjadi barang mewah bagi masyarakat Jakarta dan mungkin masyarakat kota besar lainnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri, tidak banyak taman tersedia. Tidak banyak tempat terbuka yang bisa dimanfaatkan warganya untuk sekedar santai bersama keluarga.  Di Jakarta ada taman Monas yang cukup luas. Sayang tidak bisa dinikmati dengan baik karena selain perawatan dari pihak pemerintah daerah yang belum maksimal, warga masyarakat yang berkunjung pun tidak ikut serta merawatnyanya. Contoh sederhana, masih banyak warga masyarakat yang membuang sampah seenaknya sehingga mengotori taman. Belum lagi pedagang kaki lima, yang jika tidak diawasi, berseliweran kesana kemari.  Untuk itu, tampaknya memang diperlukan kesungguhan dan keterlibatan semua pihak untuk membuat dan memelihara suatu taman yang asri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline