Lihat ke Halaman Asli

Aris Arianto

Pendidik di SMAN Madani Palu-Sulteng (Meretas Jalan Sunyi)

Menyoal Urgensi UN Perbaikan

Diperbarui: 20 Oktober 2017   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak tiga tahun terakhir, Ujian Nasional (UN) tidak lagi menentukan kelulusan, namun pemerintah tetap mematok kriteria pencapaian standar kompetensi kelulusan. Peserta yang nilainya kurang dari atau sama dengan 55 diberi kesempatan untuk memperbaiki nilai atau mengulang pada UN gelombang II yang digelar dalam dua tahap, yaitu tanggal 10-12 Oktober 2017 dan 13-15 Oktober 2017.

Sesuai juklak yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), peserta UN Gelombang II 2017 diikuti oleh: (1) peserta UN jenjang SMA/MA dan SMK tahun pelajalaran 2016/2017 yang belum mengikuti UN pada gelombang pertama, April 2017. Mereka yang belum mengikuti UN ini bisa disebabkan sakit pada UN Utama dan Susulan atau ada alasan lain; (2) peserta UN tahun 2014/2015, 2015/2016, atau 2016/2017 yang hasil UN mereka belum mencapai kriteria pencapaian kompetensi lulusan; (3) peserta didik progam Paket B/Wustha dan Program Paket C tahun pelajaran 2016/2017 pada kelas akhir yang belum mengikuti UN atau belum mengikuti satu atau lebih mata ujian pada UN bulan April-Mei 2017.

Pelaksanaan UN gelombang II tampak terkesan mendadak, karena sebelumnya santer diberitakan bahwa tahun ini pemerintah tidak menggelar secara khusus UN Perbaikan (UNP) seperti halnya tahun lalu kecuali dilaksanakan bersamaan dengan UN susulan 2017. Salah satu pertimbangan pemerintah adalah hasil evaluasi UNP tahun 2016. Tercatat sekira 160 ribu lulusan SMA/SMK sederajat yang mendaftar sebagai peserta UNP. Namun, pada hari penyelenggaraan UNP hanya diikuti kurang dari 10 persen dari total peserta yang mendaftar. Minimnya jumlah peserta UNP tahun sebelumnya sudah diprediksi oleh banyak pihak.

Dari hasil pemantauan di lapangan, ada empat alasan yang menurut hemat penulis menjadi penyebab turunnya minat peserta dalam mengikuti UNP. Pertama, urgensitas UNP tidak jelas. Siswa belum mendapat penjelasan secara rinci terkait dengan kepentingan UNP bagi masa depan mereka.

Minimnya sosialisasi membuat siswa atau orangtua siswa calon peserta UNP merasa tidak membutuhkan perbaikan nilai UN. Ketika orangtua siswa menanyakan soal UNP, biasanya pihak sekolah hanya memberi jawaban singkat bahwa UNP tidak wajib diikuti.

Apakah nilai UN yang belum mencapai standar kompetensi lulusan berpengaruh langsung dengan kemudahan mendapatkan akses di dunia kerja? Jika jawabannya ya, maka siswa lulusan SMK yang biasanya ingin langsung bekerja tetapi terkendala dengan adanya nilai UN yang belum tuntas merasa dirugikan.

Lain halnya dengan peserta UNP yang sudah berstatus mahasiswa. Perbaikan nilai UN dianggapnya tidak penting karena telah diterima di perguruan tinggi negeri favorit. Mereka berasumsi meski nilai UN-nya belum tuntas dan tidak melakukan perbaikan nilai, itu tidak akan mempengaruhi apapun.

Kedua, bobot soal UNP sama dengan soal UN. Soal UN dari tahun ke tahun terus ditingkatkan kualitasnya sehingga bobot soal pun semakin baik. Soal tipe C4 dan C5 atau yang dikenal dengan Higher Order Thingking Skill (HOTS) yang memerlukan proses berpikir lebih kritis menjadi ciri khas soal-soal UN saat ini. Dengan tingkat kesulitan tinggi, tidak mudah bagi siswa untuk menyelesaikan atau menjawab dengan tepat. Soal-soal bertipe HOTS dalam UN membuat siswa mengalami tekanan mental atau frustrasi sehingga prestasi hasil belajar tidak maksimal dan enggan mengikuti UNP.

Ketiga, UNP dilaksanakan dengan moda UNBK. Belum semua sekolah memiliki fasilitas penunjang UNBK, khususnya di daerah yang fasilitas internet dan listriknya belum memadai. Siswa yang belum terbiasa menggunakan komputer dan internet akan kesulitan menghadapi UNP dengan moda UNBK.

Pada penyelenggaraan UN 2017 (gelombang I) di Provinsi Sulawesi Tengah tercatat baru 145 sekolah negeri dan swasta yang melaksanakan UNBK dan 517 masih melaksanakan ujian nasional (UN) berbasis kertas/pensil. Pelaksana UNBK masih didominasi oleh sekolah yang berada di kota atau di ibukota kabupaten. Tidak mengejutkan jika peserta UN gelombang II tahun ini mencapai angka 4.000 lebih yang terdiri dari SMA, SMK dan Paket C. Peserta terbanyak berasal dari kabupaten Banggai yakni 1.717 orang, disusul dari kabupaten Parigi Moutong 1.143 orang, kemudian sisanya terbagi di beberapa kabupaten/kota (Radar Sulteng, 4/10/2017).

Keempat, program studi di perguruan tinggi yang digeluti calon peserta UNP tidak linier dengan program studi atau mata pelajaran yang di-UN-kan di jenjang SMA. Misalnya, tidak sedikit siswa SMA dari program peminatan MIPA tertarik kuliah di fakultas hukum atau ekonomi. Adanya disorientasi minat seperti itu semakin menguatkan bahwa UNP khusus mata pelajaran kimia, fisika ataupun biologi kehilangan urgensitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline