Genre komedi romantis merupakan salah satu genre film yang laku keras di Indonesia. Kesuksesan film "Crazy Rich Asians" yang sempat merajai perhatian publik di negeri tercinta menjadi bukti akan pernyataan tersebut.
Kepopuleran film ini begitu menjamur hingga istilah "Crazy Rich" kini digunakan oleh media Indonesia untuk menggambarkan kaum konglomerat yang memamerkan kekayaan mereka di dunia maya. Melihat pengaruh yang begitu besar, kita pasti menganggap film ini punya cerita yang relevan dengan tema kapitalisme ekstrim yang melekat padanya.
Sayang sekali hal tersebut tidak sepenuhnya benar. "Crazy Rich Asians" ialah contoh terbaik kegagalan naskah dalam menggunakan tema untuk membangun konflik di dalam cerita.
Film ini bercerita tentang Rachel Chu, seorang profesor keturunan Tiongkok-Amerika di NYU dan kekasihnya, Nick Young yang pergi ke Singapur untuk mengikuti acara pernikahan sahabat karib Nick, Colin Khoo.
Setelah sampai di Singapur, Rachel dikejutkan oleh kenyataan bahwa kekasihnya Nick berasal keluarga kaya raya yang membangun kekayaan mereka sejak negara itu berdiri. Nick yang lahir dari kondisi privilese itu menyembunyikan kebenarannya dari Rachel selama mereka berpacaran.
Konflik muncul ketika Rachel bertemu dengan ibu Nick, Elaenor Young (Michelle Yeoh) yang tidak merestui hubungan mereka dan menyalahkan Rachel karena Nick tidak pulang berlibur setahun yang lalu. Elaenor tidak menyukai Rachel karena menganggapnya sebagai "gadis Amerika" yang tidak tahu akan budaya serta tradisi Tiongkok. (ehh? itu doang?) Rachel kini dihadapkan pada tantangan untuk mengambil hati ibu mertuanya agar merestui hubungannya dengan Nick.
Secara konsep, konflik tersebut sudah sering kita temui dalam cerita lain. Perbedaannya terletak pada tema kehidupan ekstravagansa keluarga Nick yang disisipkan pada adegan-adegan film. Berbagai adegan seolah ingin menunjukan bahwa kehidupan sosial yang dimiliki oleh Nick dan Rachel sangatlah berbeda. Maka dari itu, tidak salah jika penonton mengira bahwa konflik cerita lahir dari status Rachel yang hanya masyarakat biasa. (perkiraan kalian salah)
Terdapat 2 permasalahan utama dalam film ini yang mengganggu saya, yaitu:
- Motivasi Karakter
Perlu diketahui, film ini terinspirasi dari buku novel dengan judul yang sama karya Kevin Kwan yang dirilis pada tahun 2013. Konflik antara Elaenor dan Rachel dalam novel tersebut disebabkan oleh perbedaan status sosial keduanya. Rachel yang berasal dari keluarga pas-pasan dianggap tidak pantas untuk menikahi Nick yang sangat kaya dan punya tugas untuk melanjutkan kejayaan keluarganya.
Namun dalam film, perbedaan materialisme tidak pernah disinggung oleh Elaenor. Hal itu tentu saja merusak kesinambungan tema dan konflik. Jika alasan Elaenor hanya sebatas identitas etnik yang dimiliki Rachel, mengapa film terus menampilkan gaya hidup super mewah milik para konglomerat Singapur?
Nuansa kapitalisme dalam film ini sangatlah kental, bahkan sejak adegan pembuka. Adegan pertama menunjukan Elaenor dan keluarganya datang ke sebuah hotel di London pada tahun 1990an. Setelah ditolak oleh penjaga karena alasan yang rasis, Elaenor membeli seluruh hotel dengan satu kali menelepon saja.
Adegan tersebut menguraikan bagaimana uang merupakan tema utama dalam film ini. Uang dapat dengan mudah mengubah pandangan orang lain akan status sosial yang kita miliki. Jika demikian, mengapa konflik cerita justru bergeser pada perbedaan budaya dan bukan perbedaan materialisme?
Elaenor sendiri bukanlah orang Tiongkok asli. Keluarga Young sudah lama bertempat tinggal di Singapur, sehingga budaya yang ia miliki juga sudah mengalami perubahan. Tidak sepantasnya Elaenor menghakimi Rachel berdasarkan tempat kelahirannya, sebab sama seperti Rachel, iapun sudah terlepas dari budaya Tiongkok.
Latar belakang tersebut seketika menghancurkan fondasi konflik dalam cerita. Film ini terlalu takut untuk membahas perbedaan pandangan akan status sosial dalam lingkungan masyarakat Asia. Cerita yang seharusnya berfokus pada "si miskin vs si kaya" berubah menjadi "orang singapur vs orang amerika = siapa Chinese sejati?"
- Cerita Sampingan
Selain cerita Rachel dan Nick, keganjalan konflik juga muncul dari cerita sampingan antara Astrid, sepupu Nick dan suaminya. Astrid menemukan bukti bahwa suaminya telah berselingkuh dan menanyakan kebenaran hal itu.
Dalam novel, suami Astrid tidak betulan selingkuh. Ia hanya berpura-pura agar Astrid menceraikan dirinya tanpa harus menanggung malu. Ia sudah tidak tahan lagi dengan keluarga Astrid yang selalu merendahkannya yang berasal dari keluarga biasa.
Meski tidak begitu spesial, cerita dalam novel setidaknya menampilkan konflik yang nyata serta sejalan dengan cerita utama. Astrid dan suaminya menggambarkan apa yang akan terjadi pada Rachel jika ia tetap menikahi Nick. Perbedaan status sosial mereka akan terus diungkit oleh keluarga Young bahkan setelah mereka berumah tangga, sehingga melahirkan dilema yang menarik.
Namun dalam film, suami Astrid ternyata benar-benar selingkuh. Pria itu kesal akan kesuksesan Astrid dan keluarganya, sehingga ia menyalahkan Astrid yang terlalu sempurna karena memiliki privilese tersebut. Astrid bercerai dan meninggalkan suami miskinnya yang tidak mampu hidup dalam tekanan mental itu.
Pesan apa yang ingin dibawa oleh cerita sampingan film ini? Astrid seharusnya tidak malu akan kekayaan keluarganya dan hidup sendiri sebagai "girlboss"?
Karakter Astrid tidak mengalami perubahan yang berarti. Ia adalah seorang wanita kaya dari awal hingga akhir cerita. Astrid ada sebagai pengingat bahwa kita harus menerima privilese tanpa menghiraukan penderitaan orang lain yang tidak memilikinya.
Konflik etnis beda generasi antara Elaenor dan Rachel sesungguhnya sangat menarik untuk dinarasikan. Namun film "Crazy Rich Asians" bukanlah wadah yang tepat untuk menceritakan perbedaan pandangan budaya, ketika setiap adegan selalu dibumbuhi oleh citra materialisme yang menenggelamkan konflik. Saya rasa film Indonesia seperti "Ngeri Ngeri Sedap" punya eksekusi tema yang lebih baik saat membahas perbedaan budaya antar generasi.
"Crazy Rich Asians" ialah adaptasi yang tidak hanya menghianati sumber asli, namun juga kondisi sosial yang menjadi tema cerita. Film ini merupakan karya khas Hollywood yang mengagungkan diversitas tanpa memaknai permasalahan sosial yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H