Lihat ke Halaman Asli

Aris Balu

Penulis

Cerpen: Mr. Lonely

Diperbarui: 11 Agustus 2022   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit-langit itu putih, tapi mengapa kelam bahkan ketika bermandikan cahaya kamar? 

Samar-samar sepasang cicak makan malam berdua, pejantan menyanyikan parau keroncong dari tenggorokannya, laksana syair pujangga yang menggema pada kesunyian malam.

Atau mungkin hanya khayalanku saja? Entahlah. Malam yang indah untuk merenung. Kunyalakan rokok diatas meja, membiarkan asapnya menyelimuti pikiranku bak kerudung.

Berapa lama aku tak mendengar kabarnya? Berapa lama jurang di hati kubiarkan menganga?

Ku buka PDF yang diunduh seminggu lalu, tentang Jung dan bayangan pada intisari manusia. Bahwasanya setiap insan hidup menanggung sengsara atas citra neraka, mengakar pada usahanya mencapai surga.

Sungguh sebuah retorika hampa, begitu logikaku berbicara. Sebab mustahil jika manusia mau menerima kekurangan sebagai kelebihan, atau kelemahan sebagai kekuatan.

Untuk mengerti kebaikan, seseorang harus menerima kapasitasnya sebagai mahluk hina penuh keburukan. Harus kuakui, itu membuatku takut.

Mana bisa aku mengakui bahwa jauh dalam sanubariku, tak bedanya diriku dengan iblis berkulit manusia seperti Hitler, Mussolini, Soe_ atau Stalin yang ramah akan kekejian neraka.

Mungkinkah itu alasannya kau pergi? Itukah yang kau lihat dariku?

Seorang pria yang menyembunyikan nasib buruk dibalik senyuman, atau laki-laki tanpa masa depan yang akan menyia-nyiakan kesempatan yang mungkin kau berikan?

Apa yang kupikirkan? Alasannya jelas. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Sekalipun ku janjikan ikatan didepan altar, tak akan hatimu tergerak mengalahkan nalar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline