Arya kembali menatap citranya pada cermin, sejenak membolak-balikan wajahnya, mencari lecet sehabis mencukur bersih kumis dan jenggot yang bersarang.
Ia mengencangkan dasi kupu-kupu di leher serta mengaitkan kancing pada lengan jas biru gelap yang dikenakan. Jam tangan pemberian sang ayah mantap terpasang pada pergelangan kanan. Paras merona terpancar, senyum merekah tersimpul pada bibirnya.
"Lama sekali, kita bisa terlambat." Seru seorang pria yang tengah duduk di kursi depan kamar, asap rokok menari di sekitar kepalanya.
"Sabar sedikit, Ben. Ini hari yang penting. Aku ingin terlihat sempurna." Sahut Arya pada sahabatnya yang sudah lama menunggu.
"Jangan kek cewe lah. Buruan!"
"Iya, iya. Ini juga udah kelar."
Arya berpaling dari cermin menuju ke depan pintu. Sepatunya nyaring berderu pada lantai keramik bak gemuruh kaki kuda jantan yang mengarungi padang.
"Gimana?" Tanya Arya pada Ben di depan kamar.
"Lumayan, mirip Kim Jong Il kalau lagi diet." Ujar ben sembari menghembuskan asap dari mulutnya.
"Sialan, ini sudah paling maksimal."
"Buang-buang waktu kalau kau berdandan. Kek naruh bedak ke muka babi. Tetap saja jelek." Ejek Ben sembari beranjak dari kursi dan merangkul pundak sahabatnya.