Lihat ke Halaman Asli

Sekotak Rindu dan Sepotong Risoles

Diperbarui: 14 November 2015   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tak ada yang lebih berharga di hidup ini, daripada sebuah pertemuan. Tanpanya, aku takkan mengenal kata ‘teman’ atau ‘sahabat’. Tanpanya, aku takkan mengenal kamu, seseorang yang selalu ada dalam panjatku.

Hujan sedang bersemangat hari ini. Puluhan, bukan, ratusan orang sedang memanggilnya hari ini. Bersama gemuruh dan awan abu-abu pekat kehitaman, menelisikkan perlahan bait pahit di setiap bulir yang jatuh menghujam tanah. Hari ini adalah hari tersejuk sedunia. Ada yang ingin mengaburkan hujan di wajah mereka dengan hujan di langit senja. Menghapus tiap rasa penyesalan hanya karena “terlambat”.

Di pertigaan depan sana, aku melihat orang-orang beranjak dari santainya. Bergegas mencari tempat untuk berteduh. Sementara, di samping kursiku kini, Lintang tampak masih menundukkan wajahnya. Kedua tangannya saling mengenggam satu sama lain dengan erat. Ada untaian kalimat halus dari bibirnya. Menurutku, dialah yang paling kuat sewaktu memanggil sendu ini jatuh ke bumi yang sedari tadi kering kerontang. Akupun menunduk, memandang meja. Sepotong risoles dan sebotol teh manis tertata rapi dalam sebuah kotak bekal makan plastik favoritku. Ini satu-satunya milikku, jika ada orang polos menanyaiku mengapa aku suka tempat menyimpan bekal ini. Risoles ini sudah dingin sedari tadi. Aku tahu, kotak inilah yang menyebabkan Lintang diam seolah mati tak merasa. Kaku dan hilang dari dimensi ini.

“Matahari, tunggu!” Lintang memanggil seorang gadis yang baru saja melewatkanku di depan kantin ini. Bel pertama istirahat sudah berbunyi sedari tadi. Murid-murid berhamburan keluar, hendak menolong perut mereka yang sudah mulai berdemonstrasi. Gadis itu, atau panggil saja Matahari, bergeming. Tetap berlalu di antara kerumunan dan mempercepat langkahnya menuju kelas musik. Lintang pun kecewa tak keruan.

            Nama gadis itu Matahari. Aku tak pernah tahu nama aslinya seperti apa, tak penting bagiku. Gadis itu yang dikejar Lintang selama ini. Katanya, alis tipis dan rambutnya yang saban hari selalu diikat menggulung ke belakang membuatnya jatuh dalam dekapan perasaan yang lebih kuat dari sekadar kata “suka”. Jua, diam gadis itu menjadi pemikat ketertarikan Lintang padanya.

            Ah, ya. Aku belum menceritakan tentang sahabatku, Lintang. Lelaki berambut halus dan berbadan kurus ini adalah teman jahilku semenjak kecil. Bahkan, kami sudah bertukar tangis sewaktu kedua ibu kami saling memamerkan malaikat kecilnya itu. Jika ada yang bertanya, siapa lelaki paling romantis di sekolah ini, semua murid sepakat menunjuk Lintang. Sempurna, kataku.

            Aku berjalan memutari lorong dan menghembus debu yang menempel di kaca belakang ruang musik. Ini adalah satu-satunya jendela yang tak pernah disadari oleh murid bahwa jendela itu nyata. Matahari hanya sendirian disana. Menekan tuts-tuts piano dan mulai melantunkan melodi. Tiap lantunan nada itu mulai menyambungkan nafas satu sama lain sehingga menciptakan sebuah harmoni indah. Aku kenal lagu ini.

            All of Me – John Legend.

            Gadis itu berhenti menyentuh tuts piano ketika bel istirahat kedua berbunyi. Memanggil tiap manusia yang ada untuk kembali ke kelas masing-masing. Kakinya perlahan melangkah keluar. Agak terlihat terkejut, sepertinya. Ada sebuah tempat bekal makan siang terletak rapi di depan kelas musik. Sepotong risoles dan sebotol teh manis. Ada secarik kertas di dalamnya.

            Makanlah. Aku mau tahu apakah kamu suka ini atau tidak. 

            Matahari sedikit tersenyum. Akupun pergi meninggalkan jendela tua itu, kembali ke peraduan manisku bernama bangku tua reyot. Lintang masih tampak kecewa di kursi sampingku. Diamnya Matahari seolah penolakan terburuk yang pernah didapatnya. Memang sih, seharusnya mudah bagi Lintang untuk mendapatkan Matahari. Matahari suka dengan cahaya. Dan Lintang seharusnya adalah cahaya yang dirindukan oleh Matahari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline