Lihat ke Halaman Asli

Ari Purwadi

Sang Pemenang

Pemerintah Pusat Bakal Menghidupkan Kembali Rute Kereta Api Secang-Temanggung-Parakan (?)

Diperbarui: 22 Mei 2017   10:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stasiun Temanggung Tahun 1907. Sumber: http://blusukanjalurmati.blogspot.co.id/2014/10/jejak-kereta-api-di-kota-tembakau.html

Topik reaktivasi –pengaktifan kembali- jalur rel Kereta Api (KA) yang telah sekian lama mati selalu menarik untuk dibicarakan. Reaktivasi jalur rel KA, yang kebanyakan merupakan sisa-sisa pembangunan Pemerintah Kolonial Belanda saat berkuasa di Indonesia, seolah memiliki daya tarik sendiri di kalangan masyarakat. Betapa tidak, sisa-sisa pembangunan masa lalu Pemerintah Kolonial Belanda yang mewarnai peradaban sebuah kota, berupa jalur rel KA tua yang telah sekian lama hanya menjadi monumen masa lalu sebuah kota, maupun berbagai stasiun tua di beberapa titik kota dengan arsitektur bergaya kolonialnya yang saat ini telah beralih fungsi, akan dikembalikan lagi fungsi utamanya, sebagai jalur rel KA dan stasiun KA yang siap melayani warganya. Bayangan yang selama ini hanya ada di benak masyarakat –misalnya bayangan perjalanan menelusuri jalur rel KA, yang dulu kebanyakan digunakan Pemerintah Belanda sebagai rute untuk mengangkut hasil bumi- akan segera terwujud. Warga seolah tak sabar, ingin segera merasakan sensasi menaiki KA yang membelah hijaunya pemandangan di kota mereka, seperti yang banyak diceritakan oleh eyang buyut-eyang buyut mereka terdahulu. Bayangan seperti ini banyak dirasakan oleh warga di sebuah kota, yang memiliki jalur rel KA yang telah mati di kota mereka, salah satunya warga di Kabupaten Temanggung.

Tidak banyak yang tahu bahwa Kawasan Kabupaten Temanggung pada masa Pemerintah Kolonial Belanda dulu dilalui jalur KA aktif dengan rute Secang-Temanggung yang berakhir di stasiun Parakan. Di Secang terdapat rute Secang-Ambarawa-Semarang ke utara dan Secang-Magelang-Yogyakarta ke selatan, sehingga masyarakat di Temanggung saat itu dapat dengan mudah dan murah menjangkau berbagai kota besar tersebut. Saat itu, jalur KA memegang peran utama dalam mengangkut penumpang dan barang sehingga kawasan ini tumbuh menjadi sebuah kawasan yang sangat dinamis. Sisa-sisa perkembangan kota yang dinamis tersebut masih terasa hingga kini di wilayah-wilayah yang dulu dilalui jalur kereta. Komoditas utama kawasan ini seperti Kopi, Cengkeh dan Tembakau dapat dengan mudah diangkut ke kota lain, maupun sebaliknya, dari kota lain, kebutuhan utama Masyarakat Temanggung, misalnya untuk kebutuhan pertanian seperti pupuk dapat dengan mudah diangkut pula. Bahkan konon, generasi muda dari Temanggung saat itu mengandalkan moda transportasi ini untuk menuntut ilmu dan bekerja di kota lain seperti Yogyakarta, Magelang, dan Semarang, yang dikemudian hari membawa perubahan positif bagi Kabupaten Temanggung sendiri.

Seperti dikumpulkan dari berbagai litelatur, proyek pembangunan jalur rel KA Secang-Temanggung-Parakan ini dimulai tahun 1900 dan menghabiskan biaya f 350.000 (Guilders Belanda). Jalur rel KA Secang-Temanggung dibuka 1 Februari 1905 dan jalur rel KA Temanggung-Parakan dibuka 1 Juli 1907. Pembangunan rute ini tidak terlepas dari mega proyek pembangunan rute Semarang-Ambarawa-Secang dan Secang-Magelang-Yogyakarta.

Pada rute Secang-Temanggung-Parakan, setidaknya terdapat empat stasiun yakni Stasiun Kranggan, Stasiun Temanggung, Stasiun Kedu dan berakhir di Stasiun Parakan. Jalur dari Stasiun Kedu ke Stasiun Parakan sengaja dibuat melengkung ke selatan melewati daerah yang saat ini masuk Kecamatan Bulu karena kondisi jalan yang menanjak sehingga tidak memungkinan rel KA dibuat lurus ke barat langsung dari Kedu ke Parakan. Saat ini bahkan, jalur rel KA yang berada di atas jalan raya Temanggung-Parakan atau yang di kenal dengan Plengkung Campursari, karena lokasinya di Kelurahan Campurasi, Kecamatan Bulu, bisa disebut menjadi salah satu ikon monumen rel KA kuno di kawasan ini.

Tetapi, sejarah mencatat tahun 1971 merupakan perjalanan KA terakhir yang melintasi area ini. Hal ini merupakan imbas panjang dari rusaknya jembatan rel KA yang menuju kawasan ini, tepatnya jembatan rel KA yang berada di Daerah Mlati, Sleman, Yogyakarta, akibat terjangan lahar dingin di Sungai Krasak pada tahun 1967. Akibat kejadian tersebut, tidak ada lagi KA dari Yogyakarta yang menuju kawasan ini. Penumpangpun turun drastis. Perlahan tetapi pasti, jalur kereta ini mati karena jumlah KA dari Stasiun Secang semakin sedikit yang beroperasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline