Lihat ke Halaman Asli

Arip Senjaya

Dosen, pengarang, peneliti

Betah

Diperbarui: 17 Juni 2022   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Panggilan jiwa adalah istilah paling memadai untuk menjelaskan fenomena kita sebagai subjek yang tidak berkuasa atas apa pun, dengan istilah tersebut kita memasrahkan diri pada yang memanggil kita. Apabila benar kita dipanggil maka ada yang memanggil kita, dialah non-Lian yang membebaskan kita dari Lian.

Lian adalah segala macam yang dapat dijelaskan olehnya dan kita terkonstruksi olehnya pula: agama, Tuhan, karakter, budaya, norma, keindahan, status, posisi, identitas, gelar, dst., yang melingkupi segala yang empirik---materi, kekayaan, pujian---hingga yang sangat tak tersentuh seperti cinta dan iman. Saat kita benar-benar memenuhi panggilan jiwa, kita akan memasuki kemurnian, kepolosan, kecentangperenangan, kebebasan, kegilaan, kekhususukkan, sehingga kita tidak dapat menjelaskan mengapa kita betapa betah memasrahkan diri pada hal-hal yang justru chaotic. Di alam inilah seniman, filosof, ulama, pendeta, tak terbedakan satu dan lainnya.

Betah adalah bukti kita ada, eksis, sebagai makhluk yang tak dapat menjelaskan eksistensinya selain sebagai bagian dari Ada dan menolak diri sebagai kenyataan lain. "Bacalah!" dalam Alquran harus dibaca "Jadilah!" dan "Kembalilah!" pada yang memanggil kita agar kita betah. Kata pertama dalam ayat pertama itu adalah kata terakhir juga yang mengendalikan kita ke arah panggilan setelah hatam menamatkan makna "Bacalah!". Panggilan yang sebenarnya tiada akhir, seperti Tuhan yang tak berawal dan tak berakhir.

Betah inilah posisi awal kita, posisi kosong dalam penuh, posisi fitrawi, bayi tanpa "ayah"-"ibu", tumaninah, penuh dalam kosong, terbebas dari definisi Lian yang berkuasa atas kita, seperti kanvas sebelum kita memulai segala lukisan di atasnya. Tidak, kita tidak memenuhi panggilan jiwa atas nama ibadah jika ibadah adalah konstruksi yang memaksa kita. Panggilan jiwa tidak mengandung keterpaksaan: kita ada dan kita mengalir mengikuti suara panggilan.

Arip Senjaya, alumni Ilmu Filsafat UGM




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline