Lihat ke Halaman Asli

Bukber dalam Teropong Antropologi

Diperbarui: 24 Maret 2023   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidangan bukber, sumber: infokost.com

Marhaban ya ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa bagi ummat muslim.

Ramadhan adalah bulan yang istimewa bagi ummat islam, sebab salah satu dari rukun islam hanya bisa dilaksanakan dalam bulan ramadhan, yakni berpuasa sebulan penuh dan zakat fitrah. Selain melaksanakan ke-2 rukun islam tersebut, bulan terdapat juga satu ibadah yang hanya bisa dilaksanakan pada bulan ramadhan, yakni shalat tarawih ba'da isya'.

Dalam bulan yang dikenal pula sebagai bulan ibadah ini, ada berbagai aktivitas ibadah maupun non ibadah dalam sebulan penuh untuk meramaikan bulan ramadhan. Sebut saja berbagi dan berburu ta'jil, ngabuburit, patrol sahur, dan juga buka bersama atau yang biasa disingkat dengan bukber.

Penulis memiliki ketertarikan terhadap kegiatan bukber, yang mana kegiatan ini sarat akan kajian antropologi dan bisa dibahas dari segala sisi. Untuk membahasnya lebih lanjut, silahkan baca terus ulasan di bawah ini.

Actually, kajian antropologi yang penulis maksud bukanlah pembahasan yang rumit, hanya saja berlandaskan pada dua istilah, budaya dan tradisi. Jadi, inti pembahasan ini adalah, bukber itu suatu budaya, ataukah tradisi.

Dilihat dari arti perkata dari bukber, semuanya sudah tentu mengerti. Yakni, berbuka puasa bersama-sama. Begitupun dengan konsep aktivitasnya, berbuka bersama dengan teman-teman di tempat yang disetujui bersama.

Namun, jika dilihat dari tujuannya, berbuka bersama ada di nomor 2, bukan tujuan utama. Sebab, tujuan utama dari bukber adalah pamer pencapaian. Eeeeeh, salah, bukan itu dong, tapi silaturahmi. Silaturahmi menjadi tujuan utama, sebab bukber identik dengan berbuka bersama dengan teman-teman atau keluarga yang jarang bertemu. Lebih-lebih, bukber yang diadakan alumni suatu sekolah.

Budaya atau tradisi dalam bukber, bisa dilihat dari individu atau yang melaksanakannya. Sebab, ada aspek perilaku dalam definisi budaya dan tradisi. Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya, Pengantar Antropologi, budaya adalah tindakan yang diciptakan oleh manusia dan berubah menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Sedangkan tradisi, adalah suatu ketetapan yang mantap sebagai pedoman kehidupan. Simplenya, budaya itu kebiasaan sedangkan tradisi adalah keharusan.

Nah, bukber sendiri bagaimana, budaya ataukah tradisi? Jawabannya relatif, kembali lagi bagaimana cara yang melaksanakannya.

Jika, bagi suatu individu atau kelompok bukber bukanlah suatu agenda penting dalam ramadhan, seperti contoh ada bukber datang, ga ada ga ngajak, atau meski ada ga datang juga, maka baginya bukber hanyalah suatu budaya. Namun, jika ada indivudu maupun kelompok yang menganggap bukber adalah agenda penting yang harus ada dalam ramadhan, seperti contoh ramadhan ini harus bikin bukber, agar bisa pamer pencapaian, eeeh, silaturahmi maksudnya, jadi baginya bukbur sudah menjadi tradisi, sebab harus terealisasi.

Pembaca sendiri golongan yang mana nih? Menjadikan bukber sebagai budaya, ataukah menjadi tradisi, komen di bawah ya :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline