Sekolah negeri adalah sekolah yang kuidam-idamkan sejak dahulu. Tapi naas kemampuan berpikirku berada dibawah kebanyakkan anak yang dapat bersekolah disana. Sejak kecil cita-citaku ingin menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Meskipun saat aku bertanya pada waktu itu belum tentu ketika terdapat seseorang datang dan menanyai tentang apa itu ilmu?
Tapi sayang, semakin hari hal-hal yang dibutuhkan untuk menuntut ilmu semakin banyak. Misalnya peralatan sekolah, isi dalam tas, bahkan buku penunjang pembelajaran. Aku tidak khawatir terhadap itu, karena aku terlahir dari keluarga yang kaya raya. Setiap aku melihat anak lain dari perumahan kumuh datang, mataku rasanya ingin pecah.
Pernah sesekali kutampar wajahnya di depan orang tuanya. Kebetulan aku sedang dalam perjalanan pulang. Setelah menamparnya terdapat perasaan senang. Orang tuaku tidak memarahiku, kuanggap itu sebagai hal yang benar.
Kurasa semua akan baik-baik saja. Tapi semuanya tiba-tiba berubah. Aku tidak bisa melakukan hal-hal semacam itu lagi. Ada seorang murid lain yang orang tuanya memiliki kekayaan diatas orang tuaku. Sekarang aku menuruti semua perkataannya. Bahkan murid lain yang biasa kutampar, sekarang menamparku kembali.
Pernah suatu ketika, terjadi tawuran antar sekolah. Ya, sekolah negeri dan swasta. Kebetukan aku tidak mengetahui, apakah sekolahku termasuk yang negeri atau swasta. Aku ikut-ikut saja biar tidak ada yang curiga kalau sebenarnya aku adalah seorang pengecut.
Ketika tiba dirumah, seorang pelayan menghampiriku. Ia menanyai tentang keadaanku. Kubilang semua baik-baik saja. Padahal dari seluruh kekacauan seusai pulang sekolah, aku adalah pelari yang handal. Aku tidak mengetahui kenapa dan bagaimana aku bisa berada pada situasi seperti itu. Guru sekolah datang ke rumahku. Menanyakan hal serupa. Kujawab dengan hal serupa.
Usut punya usut, perkelahian antar sekolah itu terjadi karena minuman. Seseorang hendak meminum dan secara tidak sengaja datang seorang lain menyenggolnya. Kebetulan itu adalah ruteku pulang. Mau tidak mau aku harus tetap lewat sana. Alhasil memar di sekujur tubuhku terjadi.
Tidak ada yang tahu bagaimana aku menjalani kehidupanku dulu, kupikir semua orang juga demikian. Pergi untuk memenuhi kewajiban. Seusainya adalah lupa. Kupikir semuanya ada baiknya, juga sebaliknya. Tidak ada bedanya zaman dulu dengan zaman sekarang. Fungsi dari sekolah adalah mendidik murid. Ketika murid tidak ingin dididik, kemungkinan ia sedang tidak berada di lingkup sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H