Dalam beberapa waktu yang akan datang pesta demokrasi akan dimulai. Benar, Pilkada. Dengan segala hiruk pikuk. Masyarakat diberikan fasilitas berupa hak untuk memiliki kandidat mana yang akan mengemban tugas sebagai petugas negara di wilayah-wilayah tertentu.
Ini akan menjadi hiburan tersendiri bagi saya maupun kawan-kawan ngopi saya. Meskipun tidak sedikit asumsional dan stigma yang menjamur pada demokrasi di negara kita ini. Dimana masyarakat akan dihadapkan dengan ruang-ruang dengan alat khusus, yang nantinya akan dinilai oleh pihak Bawaslu sebagai poin untuk para kandidat.
Ah, saya akan tetap pada pilihan saya. Yaitu tidak memilih. Disini penulis bukan mengajak pembaca untuk berperilaku serupa. Atau mengajak pembaca untuk golput. Karena hal tersebut diatur dalam UU, bahwa siapa saja yang mengajak orang lain untuk tidak memilih akan dikenakan hukuman penjara. Tentu saya tidak mau berakhir dalam kondisi tersebut.
Tapi ini adalah ruang publik. Tentu tidak salah jika saya berpendapat A, B maupun C. Yang perlu digaris bawahi saya tetap pada pendirian saya. Bukan berarti tidak memilik pandangan atau bagaimana. Toh, ya siapapun yang mengatur dan berhasil dilantik kelak tidak mengubah pola aktivitas saya sedikitpun.
Baca : Pemerintah Sekali Lagi Ndagel
Pemerintah tidak akan ada hentinya membuat berbagai kebijakan yang menguntungkan para investor. Sedang fakta yang kita hirup sehari-hari akan tetap sama, rakyat menjadi buruh dan kuli di negeri sendiri. Berbagai cara dibuat sedemikian rupa untuk menggeser budaya brengsek kolonialisme orba. Masyarakat akan dihadapkan pada situasi yang sama dengan instrumen yang berbeda dan tokoh yang itu-itu saja.
Sudah semestinya pemerintah memiliki pemikiran yang terbuka, objektif dan visioner. Ini tidak mengartikan bahwa segala kebijakan yang diterbitkan dalam beberapa tahun belakang ini tidak memiliki andil sama sekali dalam pembangunan sumber daya manusia maupun infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.
Faktanya kita hanya akan menjadi penonton sekali lagi. Sepanjang sejarah dan demikian, akan terjadi pengulangan. Ini merupakan kelucuan demokrasi di negara ini.
Sekaligus menjadi antitesa dari segala teori yang diterbitkan hingga menjadi buku yang menumpuk di pasar loak. Sebagai mahasiswa yang menempuh studi hukum, kiranya teori-teori yang selama ini kami pelajari hanya menjadi angin lewat.
Tentu tidak berarti sama sekali dengan infrastruktur dan hierarkis yang telah mendarah daging dalam budaya kita hari ini. Masyarakat tentu tidak boleh pesimis itu berat biar saya saja, maafkan saya Pidi. Tapi kiranya hal tersebut akan tetap menjadi bahasan yang menarik diselah sruput-an kopi dan rokok yang saya nikmati.
Pilkada yang akan datang harus sukses. Semoga tidak membuat anggaran membengkak. Kestabilan nasional belum pulih seutuhnya. Berbagai survei telah mengatakan hal serupa. Masyarakat harus objektif dalam sebagai pemilih. Saya pun demikian. Harus lunas membayar kopi dan rokok yang saya dinikmati.