Nah, Selamat malam! Ini adalah artikel pertamaku untuk kategori review karya sastrawan-sastrawati Indonesia. Juga bisa masuk dalam sosial budaya mungkin?
Aku akan rehat sejenak untuk penulisan cerpen & puisi-puisi parnoku. Sekali-kali agak nyantai sekaligus menelaah kembali memoriku tentang sastrawan-sastrawati Indonesia.
Kali ini yang akan saya angkat terlebih dahulu adalah Seorang cerpenis, novelis, penulis lakon sekaligus sutradara dan aktor yang karya-karyanya sangat luar biasa.
Putu Wijaya, nama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali. Lahir dari seorang ayah (almarhum) I Gusti Ngurah Raka dan seorang ibu Mekel Erwati pada tanggal 11 April 1944.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya siapa itu Putu Wijaya atau bahkan mungkin ada sebagian yang telah mengenal beliau melalui karya-karyanya yang tak pernah ada hentinya membuat pikiran para pembaca berdecak kagum.
Lewat tulisan-tulisannya sosok Putu Wijaya menyalurkan gagasan-gagasannya yang dibalut satir pahit dengan humor yang menggigit pikiran penikmatnya.
Aku gak akan njelasin panjang lewat untuk karya-karyanya sangat banyak sekali bisa dilihat di Wikipedia.
Aku sendiri mulai mencari tahu tulisan-tulisan Putu Wijaya setelah menikmati sebuah pentas seni bertajuk "MALAM SENI" pada tahun 2015 lalu.
Salah satu judul cerpen yang diangkat sebagai naskah Monolog berjudul "Mulut" dalam buku "YEL" yang terbit tahun 1990.
Menceritakan seorang gadis cantik tak bermulut dengan mata setajam cakar harimau di sebuah desa kecil. Gadis tersebut menjadi bahan omongan para warga tak henti-hentinya semakin hari semakin menjadi-jadi omongan para warga.
Kecacatan yang dialami oleh gadis tersebut diomongkan seperti manusia tak bermoral. Yang pada suatu waktu petugas datang membawa gadis itu untuk di interogasi karena informasi yang disampaikan warga tentang keanehannya tersebut.