Pada hari Senin seminggu yang lalu kami sekeluarga melakukan perjalanan Yogyakarta-Bandar Lampung menggunakan kendaraan pribadi. Berangkat dari Yogya pagi-pagi sehabis shalat shubuh, sampai di Pelabuhan Penyeberangan Merak jam 5 sore. Kami sengaja berangkat pagi supaya dapat melintasi kota Jakarta sebelum jam orang pulang kerja untuk menghindari kemacetan lalu-lintas sepanjang jalan tol dalam kota (jalan lingkar dalam). Dan alhamdulillah, sesuai dengan yang kami rencanakan, saat melintas di ruas jalan tol Cikampek-Cawang, Cawang-Tomang, Tomang-Merak, lancar tiada kendala apapun.
Kami berhenti sebentar di Rest Area kilometer 68 arah Merak untuk beristirahat sejenak, sekaligus membeli tiket penyeberangan Merak-Bakauheni di kasir AlfaMart. Sebelumnya saya pernah mencoba membeli sendiri tiket penyeberangan melalui aplikasi Ferizy, tapi kesimpulannya terlalu ribet, sehingga lebih praktis membeli melalui agen yang tersedia disitu, dengan selisih harga yang tidak seberapa. Dari AlfaMart hanya ada tambahan Rp4000 (empat ribu rupiah).
Pada lembar tiket yang saya terima, kapal kami terjadwal berangkat pukul 18:45, sementara pada saat itu waktu baru menunjukkan pukul 16:30, sehingga kami masih punya untuk bersantai sejenak, minum kopi, dan lain-lain. Pukul 17 lewat sedikit mobil kami sudah masuk area pelabuhan, siap antri dibelakang mobil-mobil lain yang datang sebelumnya.
Ketika akhirnya antrian mobil mulai bergerak maju untuk masuk ke kapal, ternyata sekitar 15 mobil didepan kami sudah tertahan, artinya tidak bisa ikut masuk ke kapal yang siap berangkat, karena kapasitasnya sudah terisi penuh. Ada sekitar 20 mobil yang senasib dengan kami, terpaksa harus ikut kapal berikutnya yang jadwal keberangkatannya jam 21:00 atau terlambat lebih dari 2 jam dari jadwal yang dijanjikan.
Tidak ada penjelasan resmi dari manajemen ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan) yang mengelola layanan penyeberangan antar pulau ini. Juga tidak ada kompensasi apapun akibat keterlambatan ini. Ketika saya berusaha mencari tahu informasi seputar keterlambatan ini, salah satu petugas parkir mengatakan bahwa salah satu dari empat kapal yang memberikan layanan eksekutif mengalami kerusakan, sehingga banyak kendaraan yang jadwal menyeberangnya mengalami keterlambatan.
Dalam hal ini ASDP bertindak arogan, membuat keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan pelanggan. Seharusnya ditawarkan dulu ke pelanggan, misalnya, alternatif 1 menunggu kapal eksekutif berikutnya yang berangkat pukul 21:00, atau alternatif 2 pindah ke kapal reguler yang segera berangkat. Kemudian, kalau memungkinkan, seharusnya diberikan kompensasi, misalnya berupa makan malam gratis untuk mengobati kekecewaaan pelanggan. Apapun pilihan yang diambil pelanggan, selisih harga antara layanan eksekutif dan regular harus dikembalikan, karena mereka ini tidak lagi menerima layanan eksekutif dengan waktu pelayaran yang lebih pendek dibandingkan dengan layanan regular. Dari hasil ngobrol dengan sesama pengemudi, hampir semuanya memilih berangkat lebih awal menggunakan kapal regular, sekalipun harga yang dibayar tetap klas eksekutif. Sayangnya, tidak ada pilihan bagi kami, semua harus menunggu kapal berikutnya yang baru berangkat pukul 21:00.
Kebiasaan kami kalau bepergian naik pesawat terbang, bila pesawat terlambat lebih dari sekian menit akan ada kompensasi berupa pemberian minum dan snack. Terlambat lebih dari sekian jam kita diberi makan siang atau malam. Dan kalau keterlambatan lebih lama lagi kami disediakan kamar di hotel bandara untuk dapat beristirahat dengan leluasa. Sementara itu kereta api kita hampir selalu berangkat dan tiba di tujuan tepat waktu, sehingga belum ada perlunya bicara soal kompensasi keterlambatan. Bagaimana dengan ASDP, apakah cukup sekedar slogan 'Ferizy Very Easy' tanpa ada usaha untuk menjaga nama yang sudah mulai membaik?