Lihat ke Halaman Asli

Arini Yuanto

Mahasiswa

Pengusaha Kuliner Sekitar UMS: Kisah Inspiratif Ibu Watik, Pemilik Warung Ayam Kremes

Diperbarui: 23 Oktober 2024   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mahasiswa UMS pasti sudah tidk asing lagi dengan Warung Ayam Kremes Bu Watik yang terletak di samping kampus 1. Bu Watik dengan nama lengkap Sigiaswati yang kini telah menginjak usia 55 tahun sudah mulai memasuki dunia kuliner sejak SMA. Pada awalnya bu watik hanya membantu orang tua menjaga warung, seiring berjalannya waktu bu watik mulai membuat jalan bisnisnya sendiri. Mulai dari menjual es di depan rumah atau jula bakso di tempat keramaian "saya ngga malu". Walaupun bu watik ini hanya lulusan SMA tetapi beliau telah berpengalaman di bidang kuliner "aku sensitif sama makanan, kalau ada yang kurang aku ngga suka"

Sebelum berdirinya warung ayam kremes yang cukup dikenal mahasiswa ini terdapat perjalanan panjang yang sudah dilalui oleh bu watik selama beberapa tahun. Perjuangnnya dimulai pada saat itu bu watik yang masih bertempat tinggal di klaten beberapa kali membantu adiknya dalam mengurus konveksi milik adiknya itu di solo. Hingga pada akhirnya bu watik memutuskan untuk membuka bisnis kuliner di solo dekat dengan konveksi adiknya, dan bertempat di sebuah kontrakan kecil yang saat itu masih sangat sederhana, tidak seperti tempat yang kita tau saat ini. Di balik kebaikan seorang kakak dalam membantu bisnis adiknya, beliau juga sedang memperjuangkan ekonominya sendiri. Di saat anak-anaknya masih kecil dan bersekolah, Allah menguji dengan memanggil kembali suaminya, sehingga sejak saat itu bu watik memperjuangkan kehidupannya dan anak-anaknya sendiri.

Memutuskan untuk memulai bisnis kuliner kecil pada tahun 2010 tepatnya pada bulan September dengan hanya menjual sayur sop, nasi sayur di sebuah kontrakan, laku sedikit demi sedikit. Kemudian bu watik mengajak satu orang untuk menjadi karyawannya disaat warung masih belum bisa berjalan secara stabil. Akhirnya bu watik memberanikan diri untuk membuat keputusan untuk merisign karyawan tersebut. Salama itu pula warung di kontrol oleh bu watik sendiri. Mulai berbelanja di pasar, memasak, hingga melayani pelanggan. Semua dilakukan untuk menstabilkan bisnis kuliner tersebut. Beliau juga berjuang mempromosikannya sendiri "waktu itu ya semampuku gitu, cuman fotocopy gitu satu lembar tak jadiin empat, terus kalau ada orang jalan tak kasih, tak titipkan juga ke toko". Dengan menu yang seadanya bu watik dengan percaya diri membuka warung kecilnya untuk mencari rezeki bagi keluarganya. Omset pertama yang diterima saat itu sejumlah Rp. 350.000 yang bisa dijadikan modal kembali dan bisa ditabung untuk masa depan.

Seiring berjalannya waktu bu watik ingin menu makanannya lebih bervariasi. Mulailah bu watik melakukan observasi dan survei kebeberapa warung makan. Selain itu beliau juga melakukan inovasi masakan dengan meyaksikan youtube secara otodidak. Sampai pada akhirnya pada tahun 2011-2012 beliau memutuskan untuk membuat ayam kremes yang termotivasi oleh salah satu warung spesial ayam kremes. Dalam prosesnya belajar membuat ayam kremes tidaklah semudah itu, bu watik juga meminta tolong untuk didampingi oleh adiknya selamam beberapa hari. Hingga akhirnya beliau mahir dalam membuat ayam kremes sampai saat ini.

Pada tahun 2012 bu watik menetapkan paket promo nasi ayam kremes bagian sayap dan es teh hanya seharga Rp 5.000. dengan harga yang sangat terjangkau pda masa itu menjadi daya tarik bagi mahasiswa. Bagi bu watik menetapkan harga jual disesuaikan dengan harga beli dan beliau mengambil keuantughan sebesar 30%. dengan keuntungan tersebut beliau sudah bisa menabung dan menyekolahkan anak-anaknya hingga lulus bangku kuliah.

Tidak cukup sampai disitu, ketika mulai mapan dengan bisnis kuliner ini, kontrakan yang dipakai bu watik dijual oleh pemiliknya. Dengan segala usaha bu watik mengumpulkan uang untuk dapat membeli satu petak tempat usahanya tersebut. Mulai mencari pinjaman, namun banyak yang menolak karena melihat kondisi warung yang kecil. Hingga pada akhirnya ada instansi yang mau menerima pengajuan tersebut.

Pada tahun 2013 bu watik menikah kembali dengan laki-laki yang saat ini menjadi suaminya. Diceritakan bahwa suaminya ini adalah orang yang baik dan penyayang terutama terhadap anak-anak bu watik. Hingga kini dalam mengurus pesanan dalam jumlah banyak bu watik dibantu oleh suami, anak, dan 2 karyawannya.

Terlepas dari kesuksesan warung bu watik yang sekarang, terdapat beberapa tantangan besar yang pernah dialaluinya, muali dari persaingan yang ketat, hingga pandemi yang pernah terjadi selama kurang lebih 2 tahun. Dalam menyikapi persaingan dunia kuliner yang begitu ketata, terlebih berada di lingkungan kampus beliau memiliki beberpa prinsip kuat, yang diantaranya mempertahankan rasa, melakukan inovasi rasa, ramah dengan pelanggan, dan menetapkan harga jual yang sesuai.

Warung ayam kremes bu watik saat ini yang sudah sangat di kenal oleh mahasiswa UMS, seringkali setiap kegiatan memesan di warung tersebut, dengan harga yang terjangkau, lauk yang lengkap, dan sudah beserta minumnya menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa. Dilihat dari usaha beliau mulai yang dari kontrak hingga memiliki warung sendiri, kemudian selalu berinovasi dalam masakan, dan harga yang menyesuaikan pasar dapat dimengerti bahwa jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh bu watik sudah sangat profesional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline