Latar Belakang
Pandemi Covid-19 telah membawa perekonomian nasional dan global ke arah resesi ekonomi. Hal ini ditandai dengan kontraksi atau menurunnya angka pertumbuhan ekonomi nasional saat pandemi terjadi. Perekonomian nasional pada tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07% dibandingkan pada tahun 2019.
Pada triwulan I-2020 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,41% dan pada triwulan II-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 5,32% (bps.go.go.id, 2020). Kontraksi tersebut terutama disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga akibat pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19. Penurunan pada investasi termasuk dalam pembangunan dan dan perolehan aset tetap dan penurunan perdagangan luar negeri yang cukup tajam.
Pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) menimbulkan dilema di masyarakat maupun pemerintah. Kebijakan ini dianggap yang paling efektif untuk pencegahan penyebaran Covid-19, tetapi di sisi lain kebijakan ini membatasi bahkan membawa pengaruh buruk terhadap aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya.
Laporan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi terhadap ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan berhentinya berbagai aktivitas ekonomi di berbagai negara, jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat akibat adanya pembatasan berskala besar, hilangnya kepercayaan konsumen, serta jatuhnya bursa saham yang akhirnya mengarah pada ketidakpastian (Nalini, 2021 dalam Betty, 2021: 1-2).
Pandemi turut menambah jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Badan Pusat Statistik mengatakan bahwa angka pengangguran naik sebesar 2,7 juta hingga Agustus menjadi hampir 10 juta orang (BPS, 2020). Jutaan orang lainnya bekerja dengan jam kerja yang lebih sedikit atau dengan gaji yang terlalu sedikit. Setelah mengalami kemajuan selama bertahun-tahun, kemiskinan meningkat sebesar 2,8 juta orang pada tahun 2021 hingga Desember (BPS, 2021). Secara keseluruhan, 27,6 juta orang hidup dalam garis kemiskinan nasional sekitar Rp.458.947 (US$ 31,8) per kapita per bulan. Tingkat kemiskinan melonjak menjadi 10,2 % mencapai 2 digit untuk pertama kalinya sejak 2017. Tetapi masih tetap lebih tinggi di pedesaan, yaitu 13,2% (UNICEF, 2021).
UMKM menjadi sektor ekonomi yang paling terdampak dari adanya pandemi Covid-19. Mereka mengalami penurunan penjualan produk yang mengakibatkan penurunan modal dan pemasukan serta pengurangan jumlah tenaga kerja yang digunakan dan kinerja UMKM lainnya (Eugenia & Akhmad, 2022: 102).
Selama ini, UMKM Indonesia merupakan punggung penjaga kestabilan perekonomian Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 65,47 juta unit pada tahun 2019. Jumlah tersebut mencapai 99% dari total keseluruhan usaha yang ada di Indonesia. Secara rinci, sebanyak 64,6 juta unit merupakan usaha mikro, setara dengan 98,67% dari total UMKM di Indonesia. Sebanyak 798.679 unit merupakan usaha kecil, proporsinya sebesar 1,22 % dan usaha menengah hanya sebanyak 65.465 unit dan memberikan andil sebesar 0,1% dari total UMKM di Indonesia (dataindonesia.id, 2022).
Dari data tersebut, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM terutama usaha mikro yang besar dapat menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Basis usaha ini terbukti kuat dalam menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan 2008, UMKM merupakan komponen ekonomi yang dapat bertahan mempertahankan ekonomi Indonesia.
Perekonomian Indonesia yang selama ini berbasis pada sektor korporasi terbukti saat krisis tidak dapat bertahan dengan baik. Banyak yang gulung tikar saat masa pandemi karena terbatasnya modal serta kondisi pandemi yang tidak menentu. UMKM dengan fleksibilitas nya mampu bertahan dengan adaptasi dan inovasi yang dilakukan. Saat pandemi UMKM menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat seperti makanan dan minuman sehingga dapat terus berjalan di tengah ketidakpastian pandemi.
Hasil survey yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) (Zakiah, dkk. 2022: 13) terhadap 206 pelaku UMKM Jabodetabek menunjukkan bahwa mayoritas UMKM (82,9%) mengalami dampak negatif pada masa pandemi dan hanya 5,9% UMKM yang mengalami pertumbuhan secara positif. Kondisi yang melanda UMKM ini secara langsung mempengaruhi perlambatan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 karena UMKM merupakan penyedia lapangan pekerjaan paling besar di Indonesia (Wahyuningsih, 2009 dalam Zakiah, dkk., 2022: 13).