Lihat ke Halaman Asli

Arini Eka Putri

Government Public Relation of Limapuluh Kota Regency

Sejarah Hari Bela Negara 19 Desember

Diperbarui: 20 Desember 2021   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 bukanlah  titik akhir dari perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Ada babak baru yang harus dihadapi demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu kekuatan asing yang enggan mengakui kemerdekaan Indonesia. 

Tujuh puluh tiga tahun yang lalu tepatnya pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militer yang ke II dengan mengumumkan tidak adanya lagi Negara Indonesia. 

Ketika itu, Presiden RI Ir. Soekarno memberikan mandat penuh kepada Mr. Syafrudin Prawinegara yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan untuk menjalankan pemerintahan dengan membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat. Untuk mengenang perjuangan tersebut, pemerintah menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara.

Bela negara adalah sikap, tekad, perilaku warga negara yang menunjukkan kecintaannya kepada negara. Upaya bela negara diperlukan karena adanya tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan negara.Sikap bela negara tercermin dari perjuangan PDRI.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, PDRI disebut juga dengan Kabinet Darurat berjalan lebih kurang 7 bulan. Aktivitas pemerintahan tidak dilaksanakan pada satu tempat saja melainkan berpindah-pindah. 

Hal ini dilakukan untuk menghindari kejaran Belanda yang berusaha menjajah kembali Indonesia. Salah satu tempat yang menjadi basis utama pertahanan PDRI pada masa itu ada di Kabupaten Limapuluh Kota.

Setelah mendapat kabar penyerangan di Yogya, Syafruddin bersama rombongan langsung meninggalkan Bukittinggi dan bergerak ke Halaban. Disinilah PDRI resmi terbentuk pada 22 Desember 1948. Daerah ini dipilih karena menjadi posko Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di masa itu, sehingga mereka berpendapat keamanan cukup terjamin. 

Setelah dibentuknya PDRI, atas saran Tan Malaka, pemerintahan dijalankan di Koto Tinggi karena mempertimbangkan beberapa faktor seperti strategi, memiliki benteng yang kuat serta dekat dengan Riau dan Sumatera. Maka dari itu, sebagian pemimpin, pengungsi dan tak ketinggalan radio berpindah menuju Koto Tinggi.

Perjuangan PDRI bersama masyarakat dalam mempertahankan kedaulatan NKRI dikenang dengan sebuah tugu yang berdiri kokoh di pasar Koto Tinggi. Tak hanya itu, saat ini tengah dibangun juga sebuah monumen PDRI di Koto Tinggi. 

Ghirah yang dilahirkan dari rasa nasionalisme dan perjuangan dalam bela negara yang diabadikan dalam bentuk tugu dan monumen ini diharapkan dapat menular turun temurun kepada generasi selanjutnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline